Kamis, Agustus 7, 2025
31 C
Jakarta

Wall Street Babak Belur di Awal 2025, Tren Buruk S&P 500 Terus Berlanjut!

STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Awal 2025 membawa kabar buruk bagi pasar saham Amerika Serikat. Wall Street kembali melemah pada penutupan perdagangan hari Kamis (2/1) waktu setempat atau Jumat pagi (3/1/2025) WIB, Ini melanjutkan tren negatif sejak akhir 2024.

Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York turun 151,95 poin atau 0,36% menjadi 42.392,27. Indeks S&P 500 (SPX) berkurang 13,08 poin atau 0,22% menuju posisi 5.868,55. Sementara itu, Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, melemah 30 poin atau 0,16% ke level 19.280,79.Tren ini memperpanjang rekor lima hari berturut-turut di zona merah untuk S&P 500 dan Nasdaq, yang terakhir kali terjadi pada April tahun lalu.

Perdagangan sempat dibuka positif. Dow Jones bahkan naik lebih dari 300 poin di pagi hari. Namun, harapan itu sirna saat pasar berbalik arah dan mencatat fluktuasi lebih dari 700 poin sepanjang hari.

Sektor teknologi menjadi salah satu pemicu utama. Saham Apple jatuh 2,6%, sedangkan Tesla terperosok 6% setelah melaporkan penurunan pengiriman sepanjang 2024. Di sisi lain, Nvidia menguat 3%, memberi sedikit harapan di tengah tekanan besar pada saham teknologi.

Penurunan ini kontras dengan kinerja pasar saham sepanjang 2024, di mana S&P 500 naik 23%. Namun, akhir tahun ditutup dengan empat hari berturut-turut penurunan, situasi yang belum terjadi sejak 1966.

“Pasar sedang dalam fase koreksi setelah tahun 2024 yang luar biasa. Sentimen investor terlalu optimis, sehingga wajar jika terjadi penyesuaian,” ujar Angelo Kourkafas, Senior Investment Strategist di Edward Jones, kepada CNBC.

Harapan akan “Santa Claus rally” juga memudar. Tren kenaikan pasar yang biasanya terjadi di akhir Desember hingga awal Januari ini tampaknya sulit terwujud. Sejak 1950, rata-rata kenaikan dari tren ini mencapai 1,3% untuk S&P 500. Namun, kondisi saat ini justru berlawanan.

Pasar obligasi ikut bergejolak. Imbal hasil Treasury 10 tahun sempat menyentuh 4,6% sebelum kembali turun. Kenaikan suku bunga ini membuat aset pendapatan tetap menjadi alternatif menarik bagi investor yang masih ragu masuk ke pasar saham.

“Kondisi ini tidak berarti kita harus membeli di puncak harga. Menyimpan uang dalam bentuk tunai bisa jadi langkah bijak sambil menunggu momentum yang lebih tepat,” kata Liz Young Thomas, Head of Investment Strategy di SoFi.

Klaim pengangguran mingguan memberikan sedikit optimisme. Data menunjukkan penurunan klaim awal dan lanjutan dibandingkan minggu sebelumnya. Namun, ini belum cukup untuk membalikkan sentimen negatif di pasar saham.

Artikel Terkait

Wall Street Ditutup Menguat, Apple Jadi Pendorong Utama Pasar

STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street ditutup menguat pada perdagangan hari...

Bursa Saham Swiss Melemah Saat Pejabat Negara Bertolak ke AS Bahas Tarif

STOCKWATCH.ID (LONDON) – Bursa saham Eropa ditutup bervariasi pada...

Bursa Asia Menguat Tipis Meski Diwarnai Ancaman Tarif Baru dari Trump

STOCKWATCH.ID (TOKYO) – Bursa saham Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru