STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Pam Mineral Tbk (NICL) berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp543,91 miliar pada kuartal I 2025, meningkat signifikan sebesar 365,68% dibandingkan Rp116,79 miliar pada periode sama tahun 2024.
Seiring dengan kenaikan nilai penjualan, emiten sektor pertambangan yang dikendalikan oleh Christopher Sumasto Tjia (Beneficial Owner) secara tidak langsung melalui PT PAM Metalindo ini, juga berhasil volume penjualan nikel dari periode sebelumnya yang sebesar 222.791 wmt menjadi sebesar 995.834 wmt. Volume penjualan NICL mengalami peningkatan signifikan sebesar 346,98 %.
Sedangkan laba kotor Perseroan melonjak 574,06% menjadi Rp291,81 miliar pada kuartal I 2025, dari Rp43,29 miliar pada kuartal I 2024. Hal ini menyebabkan Perseroan mampu mencetak marjin laba kotor yang tinggi pada periode Maret 2025 sebesar 53,65%, tumbuh dibandingkan periode sebelumnya g hanya 37,07%. Peningkatan margin ini selain ditopang oleh kenaikan penjualan juga efisiensi yang dilakukan oleh Perseroan.
“Kendati kondisi industri nasional yang kurang menguntungkan dimana harga acuan nikel domestik sejak awal semester kedua tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 10,85% hingga Maret 2025, Perseroan terbukti mampu untuk mengatasi tantangan tersebut. Selain itu, Perseroan juga selalu berusaha untuk melakukan efisiensi produksi secara konsisten.” kata Ruddy Tjanaka, Direktur Utama NICL dalam siaran pers, Rabu (30/4/2025).
Laba usaha Perseroan juga meroket 1.187,34% dari sebelumnya hanya sebesar Rp19,56 miliar pada kuartal I 2024, menjadi Rp251,9 miliar pada periode 2025. Kombinasi efisiensi biaya produksi dan peningkatan volume penjualan menyebabkan laba tahun berjalan Perseroan melambung tajam 1.473,69% menjadi Rp193,13 miliar pada kuartal I 2025 dibandingkan periode sama sebelumnya sebesar Rp12,27 miliar.
“Kami cukup puas atas pencapaian kinerja operasional dan keuangan Perseroan di Kuartal pertama tahun 2025, mengingat kondisi makro geopolitik yang kurang kondusif yang juga mempengaruhi kondisi perekonomian domestik secara keseluruhan,” ungkapnya.
Dari sisi Neraca, jelas Ruddy, Perseroan mencatatkan total aset per Maret 2025 sebesar Rp1,26 triliun atau tumbuh sekitar 20,77% dibandingkan Rp1,05 triliun per Desember 2024. Di sisi lain, total ekuitas Perseroan mengalami peningkatan dari Rp878,18 miliar menjadi Rp1,07 triliun per Maret 2025. Hal ini disebabkan oleh peningkatan saldo laba tahun berjalan Perseroan yang sangat signifikan.
Pada tahun 2025, harga nikel diperkirakan masih bergerak fluktuatif imbas dari perang dagang antara AS-China yang masih membayangi stimulus ekonomi global ditambah dengan adanya kelebihan pasokan yang dapat menambah tekanan pada harga nikel. Namun, terdapat katalis positif untuk industri nikel dalam negeri dimana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak melakukan pemotongan kuota bijih nikel, dimana sebelumnya direncanakan akan ada pemotongan sebesar 50%, hal ini dapat memberikan angin segar bagi pasar nikel domestik.
Selain itu, menurut Ruddy, pemberlakuan PP No 19/2025 tentang Tarif Royalti Minerba secara tidak langsung akan berpengaruh tidak hanya terhadap kinerja Perseroan tetapi memiliki dampak ke seluruh penambang Nikel. Adapun strategi Perseroan menghadapi kondisi ini dengan melakukan beberapa efisiensi dalam kegiatan produksi sehingga tetap dapat memberikan Margin yang optimal.
Dalam rangka mendukung pertumbuhan berkelanjutan dan optimalisasi nilai tambah perusahaan, NICL berkomitmen untuk melanjutkan kegiatan pengeboran sebagai bagian dari upaya pengembangan sumber daya dan penambahan cadangan tambang, peningkatan produksi, penerapan prinsip (ESG) serta (GCG), pembaharuan FS dan Addendum AMDAL, peningkatan mutu (QA/QC), pengembangan sistem digitalisasi, serta penyelesaian proses akuisisi. (konrad)