STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali melemah pada penutupan perdagangan Jumat (30/5/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (31/5/2025) WIB. Pelemahan ini dipicu kekhawatiran pasar atas keputusan OPEC+ yang akan menaikkan produksi lebih besar dari perkiraan untuk bulan Juli.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent turun 22 sen atau 0,34% ke level US$63,93 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 21 sen atau 0,34% menjadi US$60,73 per barel, di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya, harga WTI sempat jatuh lebih dari US$1 per barel.
Penurunan harga terjadi setelah OPEC+, kelompok produsen minyak terbesar dunia, memutuskan untuk tetap menambah pasokan minyak sebanyak 411.000 barel per hari pada Juli.
Keputusan ini disampaikan dalam pertemuan daring OPEC+ yang digelar Sabtu. Delapan negara anggota telah secara bertahap menaikkan produksi sejak April dan kini memasuki bulan ketiga penambahan.
Meski langkah ini bisa menekan harga, Arab Saudi dan Rusia sebagai pemimpin OPEC+ tetap ngotot. Mereka ingin merebut kembali pangsa pasar. Keduanya juga ingin memberi sinyal keras kepada anggota yang kelebihan produksi seperti Irak dan Kazakhstan.
“Keputusan hari ini menunjukkan bahwa pangsa pasar jadi prioritas utama. Jika harga belum cukup memberi pendapatan, mereka berharap bisa mencapainya dari volume,” kata Harry Tchilinguirian, analis dari Onyx Capital Group.
Sejak April, delapan negara OPEC+ sudah menambah atau mengumumkan penambahan produksi sebesar 1,37 juta barel per hari. Jumlah itu setara 62% dari target total penambahan 2,2 juta barel per hari.
Dalam pernyataan resminya, OPEC+ menyebut prospek ekonomi global yang stabil dan fundamental pasar yang sehat sebagai alasan penambahan produksi. Stok minyak global yang rendah juga jadi pertimbangan.
Meski pasokan naik, permintaan minyak global juga diperkirakan meningkat selama musim panas. Hal ini disampaikan oleh beberapa pejabat OPEC+, termasuk Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak.
“OPEC+ sudah tiga kali ambil langkah tegas. Mei jadi peringatan, Juni sebagai konfirmasi, dan Juli memberi sinyal kuat ke pasar,” ujar Jorge Leon, Kepala Analisis Geopolitik di Rystad dan mantan pejabat OPEC.
Analis UBS, Giovanni Staunovo, menyebut pasar minyak masih dalam kondisi ketat dan bisa menyerap pasokan tambahan. “Kenaikan produksi efektif mungkin lebih kecil karena beberapa negara sudah melebihi kuota, sementara permintaan musiman sedang naik,” katanya.
Namun tidak semua negara setuju. Sumber menyebut Aljazair termasuk yang meminta agar penambahan produksi dihentikan sementara.
Pasar juga masih mencermati kekhawatiran soal ekonomi global. Ini termasuk dampak kebijakan tarif baru yang pernah diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang sempat membuat harga minyak jatuh ke titik terendah dalam empat tahun pada April lalu.
Menurut survei Reuters, permintaan global diperkirakan naik rata-rata 775.000 barel per hari pada 2025. Sementara proyeksi dari International Energy Agency (IEA) memperkirakan kenaikan sebesar 740.000 barel per hari.
Selain pengembalian pasokan sebesar 2,2 juta barel per hari yang dimulai sejak April, OPEC+ juga masih mempertahankan dua lapisan pemangkasan produksi lainnya yang dijadwalkan berlangsung hingga akhir 2026.