STOCKWATCH.ID (LONDON) – Pernah mengira hanya pria yang bisa cemas soal performa seksual, gairah seks itu tetap selamanya, atau menonton film porno pasti merusak hubungan?
Mengutip The Guardian, para ahli membantah anggapan-anggapan ini dan menjelaskan fakta di balik berbagai mitos yang sering salah kaprah soal kehidupan seks.
Berikut fakta mengejutkan di balik 10 mitos seks yang selama ini dipercaya:
Seks = Penetrasi
Banyak orang menganggap seks itu harus penetrasi. Sisanya cuma dianggap “foreplay”. Menurut Kate Moyle, terapis psikoseksual dan penulis The Science of Sex, pemikiran ini membuat penetrasi dianggap sebagai satu-satunya bentuk seks yang “sesungguhnya”.
“Ini menempatkan hubungan seksual sebagai puncak, sementara bentuk keintiman lain jadi seperti pemanasan saja,” kata Moyle.
Orang-orang lesbian, gay, dan biseksual biasanya punya definisi seks yang lebih luas. Pendidikan seks yang fokus pada reproduksi ikut membentuk pandangan ini. Padahal, orang berhubungan seks karena banyak alasan, bukan hanya untuk punya anak.
Kalau kamu selalu berpikir seks harus dengan penetrasi, bisa jadi kamu kehilangan bentuk seks yang lebih kamu nikmati. Moyle menyarankan: “Setiap kali berhubungan, ubah satu hal kecil—lampu nyala atau mati, mulai dengan pakaian atau tanpa, posisi yang berbeda, atau coba tanpa penetrasi. Hal baru bisa memberi efek positif besar.”
Pasangan Nggak Ereksi atau Basah = Nggak Tertarik
Tubuh sering disalahartikan sebagai “alat pendeteksi kebohongan”. Menurut Dr Emily Jamea, terapis hubungan dan penulis Anatomy of Desire, kita diajarkan arousal itu harus cepat, otomatis, dan kelihatan. Padahal, tubuh bukan mesin.
“Stres, obat-obatan, trauma, hormon, atau tekanan untuk tampil bisa mengganggu respon tubuh,” ujar Jamea.
James Earl, terapis psikoseksual, menambahkan: “Pria bisa saja ereksi tanpa merasa terangsang. Sama seperti wanita yang bisa mengalami pelumasan tanpa merasa ingin. Sebaliknya, kamu bisa merasa terangsang tanpa tanda-tanda fisik.”
Kalau pasanganmu tidak menunjukkan respon fisik, jangan langsung merasa ditolak. “Mungkin dia cuma butuh waktu, rasa aman, atau rangsangan lebih,” kata Jamea. “Santai saja, pelan-pelan, dan fokus pada apa yang terasa nyaman, bukan sekadar apa yang ‘seharusnya’ terjadi.”
Nonton Film Porno Bisa Merusak Kehidupan Seks
Sebagian ahli setuju pornografi bisa berdampak negatif, tapi bukan karena sifatnya yang adiktif. Menurut Silva Neves, terapis psikoseksual, orang yang nonton porno secara kompulsif biasanya sedang menghadapi masalah emosional lain, seperti depresi.
Namun, Alex Warden dari Rumah Sakit Priory, Chelmsford, mengatakan penggunaan berlebihan bisa merusak hubungan. “Pasangan merasa dikhianati dan tersakiti. Komunikasi dan keintiman bisa rusak, apalagi kalau diselimuti rasa malu dan masalah mental lainnya,” ujarnya.
Neves menegaskan, “Pornografi itu bukan satu jenis saja. Ada yang merendahkan, tapi ada juga yang etis dan positif.”
Kalau kamu suka nonton porno, penting untuk terbuka dengan pasangan dan menonton secara sehat. “Tonton dengan cara yang menyenangkan, sesuai nilai kamu, dan komunikasikan tanpa rasa malu,” kata Neves.
Hanya Pria yang Cemas soal Performa Seksual
Kecemasan performa bisa dialami siapa saja, tak peduli jenis kelamin. Penelitian selama 18 tahun menunjukkan 25% pria dan 16% wanita pernah mengalaminya.
Pada pria, gejalanya biasanya berupa ereksi yang lemah atau ejakulasi dini. Pada wanita, bisa berupa pelumasan berkurang, otot panggul menegang, kesulitan orgasme, atau rasa tidak nyaman.
Moyle bilang, penyebabnya sering kali adalah pesan keliru soal peran gender saat berhubungan. “Kita merasa kalau tidak ‘berhasil’, kita akan dihakimi atau mengecewakan pasangan,” ujarnya.
Kalau kamu punya pasangan tetap, bicarakan dengan jujur dan beri saran spesifik. “Kalau kita tidak komunikasi, kita mengisi kekosongan dengan asumsi negatif. Diam malah bikin kecemasan makin parah,” saran Moyle. Kalau satu posisi bikin stres, hentikan dulu. “Alihkan fokus ke hal-hal yang menyenangkan.”
Kamu Terlahir Jago atau Payah soal Seks
Menurut Jamea, kemampuan seksual itu bisa dipelajari. “Kita dilahirkan dengan potensi untuk jadi pasangan yang hebat, tapi pengalaman buruk atau pengaruh budaya bisa memutus koneksi dengan potensi itu,” jelasnya.
Seks yang baik bukan soal teknik luar biasa. “Itu soal komunikasi, rasa aman, dan koneksi yang dalam dengan pasangan,” kata Jamea.
Punya pikiran kaku—baik atau buruk—bisa menghambat eksplorasi dan perkembangan. “Saat berhubungan, coba tanya: apa yang paling kamu suka? Pertanyaan ini bikin pengalaman jadi kolaboratif dan menyenangkan untuk dua belah pihak,” kata Jamea.
Seks Berakhir Saat Kamu Tua
Survei Age UK menemukan 54% pria dan 31% wanita usia 70 tahun ke atas masih aktif secara seksual. Tapi masyarakat sering menganggap orang tua sudah “tidak layak” secara seksual.
Joan Price, penulis Naked at Our Age, bilang, “Dengan komunikasi dan kreativitas, kita bisa terus aktif secara seksual seumur hidup.”
“Memang seks berubah seiring usia. Tapi bukan berarti hilang,” ujarnya. Kalau satu aktivitas tak lagi nyaman, coba bergantian memberi dan menerima. Gunakan vibrator untuk membantu. “Alat bantu bisa mempercepat gairah dan bikin orgasme lebih mudah tercapai,” katanya.
Ukuran Penis Itu Segalanya
Hanya 55% pria heteroseksual dan 62% pria gay serta biseksual yang tidak cemas soal ukuran penis mereka.
“Banyak pria percaya makin besar makin enak,” kata Dr Shirin Lakhani, pakar kesehatan intim. Padahal, 85% wanita hetero bilang puas dengan ukuran penis pasangannya.
Kalau ukuran bikin kamu cemas, bicarakan dengan pasangan. “Kalau pasangan kamu pengertian, mereka akan memberi dukungan. Ada banyak cara menikmati seks yang tidak bergantung pada ukuran,” kata Lakhani.
Sex Toys Dipakai Kalau Pasangan Nggak Bisa Puaskan
Banyak yang mengira sex toys adalah pengganti pasangan. Padahal, mainan seks bukan saingan. “Mereka cuma alat bantu yang bisa menambah variasi dan kenikmatan,” kata Kate Moyle.
Miranda Christophers, terapis seks dari The Therapy Yard, bilang sex toys bisa bantu eksplorasi, mempererat hubungan, dan mengatasi gangguan fungsi seksual.
“Kalau baru mulai, pilih vibrator simpel. Gunakan di seluruh tubuh, bukan hanya bagian sensitif. Ini bisa membangun gairah secara perlahan,” saran Moyle.
Hanya Pria Gay yang Suka Seks Anal
“Banyak pria hetero menganggap seks anal itu cuma untuk pria gay,” kata Silva Neves. Ini mitos yang berasal dari pendidikan seks yang buruk dan stereotip.
Padahal, seks anal bisa dinikmati siapa saja, tak peduli orientasi seksual. “Banyak pria hetero juga menyukainya karena bisa merangsang prostat yang letaknya dekat anus,” jelas Neves.
Namun karena stigma, banyak yang malu bahkan hanya untuk bertanya. “Mulai secara perlahan. Pelajari soal douching dan jangan lupa pakai pelumas,” saran Neves. “Coba dulu dengan sex toy khusus prostat.”
Libido Kamu Tetap atau Rendah Selamanya
Menurut Jamea, istilah “sex drive” bisa menyesatkan. Libido lebih seperti sistem motivasi yang mengarahkan kita pada kesenangan, koneksi, atau keintiman emosional.
Libido tidak tetap. Bisa berubah karena stres, hormon, dinamika hubungan, kurang tidur, atau rasa aman dengan pasangan.
“Daripada tanya, ‘Lagi mood nggak ya?’, coba tanyakan: apa yang bisa membuat aku lebih terbuka pada keinginan?” kata Jamea.