STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak dunia merosot tajam pada perdagangan Jumat (10/10/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (11/10/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap produk asal China. Ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu kembali memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang bisa menekan permintaan energi.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent melemah US$2,49 atau 3,82% menjadi US$62,73 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$2,61 atau 4,24% dan ditutup di level US$58,90 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Trump menyampaikan ancamannya melalui unggahan di platform Truth Social. “Saya akan dipaksa, sebagai Presiden Amerika Serikat, untuk melawan langkah mereka secara finansial,” tulis Trump. Ia menambahkan, “Salah satu kebijakan yang sedang kami pertimbangkan saat ini adalah peningkatan besar tarif atas produk-produk China yang masuk ke Amerika Serikat. Ada banyak langkah balasan lain yang juga sedang kami pertimbangkan dengan serius.”
Pernyataan tersebut langsung mengguncang pasar global. Investor buru-buru melepas aset berisiko dan beralih ke aset yang dianggap lebih aman. Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, mengatakan kepada CNBC, “Ketika pasar melihat aksi saling balas seperti ini, bagi pasar minyak hal itu berarti pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan mungkin penurunan permintaan.”
Selain ketegangan dagang, tekanan harga minyak juga datang dari peningkatan pasokan global. Negara-negara anggota OPEC+ terus menambah produksi selama beberapa bulan terakhir, membuat pasar kelebihan pasokan.
“Minyak di atas kapal meningkat tajam bulan lalu, permintaan minyak mentah turun signifikan karena banyak kilang melakukan perawatan, dan peningkatan stok akan segera terjadi,” ujar Matt Smith, analis minyak di Kpler.
Situasi geopolitik di Timur Tengah sempat sedikit mereda setelah tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Kondisi ini memberi napas lega bagi pasar yang selama dua tahun terakhir waspada terhadap potensi gangguan pasokan minyak dari kawasan tersebut.
Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets, mengatakan kepada CNBC, “Pelaku pasar kini memanfaatkan momentum ini untuk berkata, kita bisa beralih dari isu geopolitik dan kembali fokus pada situasi pasokan.”
Dengan kombinasi ancaman tarif baru, pasokan melimpah, dan permintaan yang berisiko melambat, harga minyak berpotensi tetap tertekan dalam waktu dekat. Pelaku pasar kini menantikan arah kebijakan perdagangan AS dan langkah OPEC+ dalam mengatur produksi ke depan.