STOCKWATCH.ID (JAKARTA) —PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) memberikan proyeksi optimistis terkait pasar obligasi tahun depan. Penerbitan baru surat utang korporasi pada tahun 2026 diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp 154,00 triliun hingga Rp 196,86 triliun.
Titik tengah dari estimasi tersebut berada pada angka Rp 175,77 triliun. Proyeksi ini didukung oleh sejumlah faktor pendorong yang kuat, mulai dari kebutuhan pembiayaan kembali hingga kondisi ekonomi makro yang membaik.
Kepala Divisi Riset Ekonomi PEFINDO, Suhindarto menyampaikan pandangan tersebut di Jakarta, Selasa (16/12/2025). Ia menjelaskan bahwa nilai surat utang jatuh tempo pada 2026 masih sangat besar. Berdasarkan estimasi per September, nilainya mencapai Rp 156,35 triliun.
“Kebutuhan refinancing masih tinggi. Surat utang jatuh tempo masih besar dan memanfaatkan peluang suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2025,” ujar Suhindarto.
Selain faktor refinancing, pertumbuhan ekonomi juga menjadi katalis utama. Kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif diharapkan mampu memacu aktivitas bisnis. Hal ini otomatis meningkatkan kebutuhan pendanaan perusahaan untuk modal kerja dan investasi.
Suhindarto juga menyoroti tren imbal hasil (yield) yang kian menarik. Pelonggaran kebijakan moneter diprediksi masih akan berlanjut tahun depan.
“Yield acuan lebih rendah. Pelonggaran moneter diharapkan berlanjut di tahun depan. Meskipun diekspektasikan pemangkasannya lebih rendah daripada tahun 2025, namun yield diperkirakan masih akan melanjutkan penurunan,” tambahnya.
Permintaan dari sisi investor pun diprediksi menguat. Investor institusi seperti manajer investasi mulai memburu imbal hasil tinggi di pasar surat utang korporasi. Instrumen ini dinilai lebih menarik dibandingkan pasar surat utang pemerintah.
Meski demikian, PEFINDO tetap mengingatkan adanya risiko. Risiko geopolitik dan kebijakan ekonomi eksternal masih menjadi bayang-bayang. Biaya penerbitan berpotensi fluktuatif akibat sentimen global. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah juga perlu diwaspadai karena dapat memicu inflasi.
Tantangan lain datang dari pasar saham. Membaiknya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa membuat perusahaan beralih haluan.
“Subtitusi pasar saham. Perusahaan melirik pasar ekuitas untuk menggalang dana seiring dengan prospek kinerja IHSG yang lebih baik, mengurangi minat menerbitkan surat utang, terutama oleh perusahaan tercatat,” jelas Suhindarto.
Rekor Tertinggi Sepanjang Masa di 2025
Sebelum menatap tahun depan, kinerja pasar obligasi korporasi tahun 2025 mencatatkan sejarah gemilang. PEFINDO mencatat penerbitan surat utang korporasi tahun ini berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Total penerbitan setahun penuh (full year) pada 2025 berpotensi mencapai Rp 286,76 triliun. Angka ini jauh melampaui realisasi tahun-tahun sebelumnya, bahkan mengalahkan rekor tahun 2017.
“Penerbitan surat utang korporasi pada Desember 2025 diestimasikan mampu mencapai Rp 31,85 triliun,” ungkap data yang dipaparkan Suhindarto.
Lonjakan penerbitan yang signifikan terjadi pada bulan Oktober dan Desember. Hal ini didorong oleh penerbitan Patriot Bond oleh Danantara. Nilainya sangat fantastis, masing-masing sebesar Rp 50 triliun dan Rp 11 triliun.
Realisasi penerbitan surat utang korporasi hingga November 2025 sendiri sudah sangat tinggi. Angka realisasi (termasuk surat utang tercatat dan tidak tercatat/non-listed) tercatat terus mendaki sejak awal tahun. Tren positif ini menegaskan gairah pasar modal Indonesia yang semakin solid pasca pandemi.
