STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street mengawali September dengan muram. Bursa saham Amerika Serikat kompak ditutup melemah pada akhir perdagangan hari Selasa (2/9/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (3/9/2025) WIB). Penurunan ini antara lain dipicu oleh isu tarif dan kenaikan imbal hasil obligasi
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York) turun 249,07 poin atau 0,55% menjadi 45.295,81. Indeks S&P 500 (SPX) kehilangan 44,72 poin atau 0,69% dan berakhir di 6.415,54. Sementara itu, indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, merosot 175,92 poin atau 0,82% ke level 21.279,63.
Investor ramai-ramai ambil untung usai libur musim panas. Saham teknologi jadi sasaran jual. Nvidia turun sekitar 2%, sementara Amazon dan Apple sama-sama merosot sekitar 1%.
Pasar makin gelisah setelah pengadilan banding federal pada Jumat lalu memutuskan sebagian besar tarif global era Donald Trump ilegal. Putusan itu menegaskan kewenangan tarif luas ada di Kongres. Trump menanggapi dengan menyebut keputusan tersebut “sangat partisan” dan berencana mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Imbal hasil obligasi juga menekan bursa. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik ke 4,27%, sedangkan tenor 30 tahun tembus 4,97%. Kenaikan ini dipicu kekhawatiran AS harus mengembalikan miliaran dolar dari hasil tarif, yang bisa makin memperburuk fiskal.
“Obligasi 30 tahun di level 5% jelas menjadi hambatan,” ujar Ross Mayfield, Investment Strategist di Baird Private Wealth Management, kepada CNBC. “Saya pikir ini akan terus jadi duri bagi saham yang saat ini diperdagangkan dengan valuasi cukup tinggi.”
September memang kerap jadi bulan berat bagi pasar saham. Dalam lima tahun terakhir, S&P 500 rata-rata turun 4,2% di bulan ini. Dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata penurunan lebih dari 2%.
Padahal Agustus lalu Wall Street tampil cemerlang. S&P 500 naik hampir 2% dan untuk pertama kalinya menembus 6.500.
Sam Stovall, Chief Investment Strategist di CFRA Research, mencatat S&P 500 mencetak lima rekor baru sepanjang Agustus. Total rekor tertinggi tahun ini mencapai 20.
“Dalam tahun-tahun ketika S&P 500 sudah mencetak 20 atau lebih rekor sampai akhir Agustus, indeks ini cenderung tetap mengalami penurunan rata-rata di bulan September,” kata Stovall. “Pasar bisa saja menyerahkan sebagian keuntungan terakhir sambil menunggu pemicu baru.”
Kini fokus investor tertuju pada laporan ketenagakerjaan AS untuk Agustus yang akan dirilis Jumat. Data tersebut diperkirakan jadi penentu arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve bulan ini.