Rabu, Agustus 6, 2025
30.3 C
Jakarta

Bappebti Dorong Perdagangan Nikel Masuk Bursa Berjangka!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka di Indonesia. Kepala Bappebti, Tirta Karma Senjaya, menegaskan langkah ini bertujuan membentuk harga acuan nikel yang lebih transparan dan mengoptimalkan perdagangan komoditas unggulan Indonesia.

“Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia harus memaksimalkan potensi ini untuk meningkatkan pendapatan negara. Saat ini, harga nikel masih mengacu pada bursa luar negeri, sehingga diperlukan harga referensi sendiri melalui Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK),” ujar Tirta, Jumat (31/1/2025).

Menurutnya, nikel berpotensi besar menjadi subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka Indonesia. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Selain itu, kebijakan ini mendukung hilirisasi, memperkuat pasar dalam negeri, meningkatkan ekspor, serta mendorong pertumbuhan pelaku usaha.

Nikel juga semakin dibutuhkan, terutama dalam industri baterai kendaraan listrik. “Dulu, nikel lebih banyak digunakan untuk baja tahan karat. Sekarang, dengan perkembangan teknologi, penggunaannya semakin luas. Harganya juga sangat fluktuatif, sehingga ideal untuk diperdagangkan di bursa berjangka,” tambah Tirta.

Berdasarkan data United States Geological Survey, produksi nikel Indonesia mencapai 1,8 juta ton dari total 3,6 juta ton produksi dunia pada 2023. Ini menjadikan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia. Daerah penghasil utama nikel Indonesia meliputi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Dosen Fakultas Pertambangan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Tenaga Ahli Bappebti, Veriyadi, menyebutkan nikel layak masuk bursa berjangka karena memiliki volume perdagangan yang besar, keragaman produk, dan volatilitas harga yang tinggi.

“Indonesia berkontribusi 55% dari produksi nikel primer dunia pada 2023. Produk nikel kita juga beragam, seperti feronikel, nickel pig iron (NPI), dan nikel matte. Semua ini membutuhkan harga referensi yang jelas,” kata Veriyadi.

Meski demikian, ia menyoroti tantangan yang harus dihadapi, seperti transparansi harga dan faktor geopolitik. “Harga nikel harus transparan dan dapat diamati oleh semua pihak. Selain itu, tantangan lain adalah kemungkinan adanya harga premium dan pengaruh kebijakan politik global,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengingatkan meskipun potensinya besar, perdagangan nikel di bursa berjangka tetap menghadapi tantangan yang harus diperhatikan bersama.

Indonesia Berpeluang Jadi Penentu Harga Nikel Dunia

Indonesia, sebagai produsen nikel terbesar di dunia, seharusnya bisa menjadi salah satu penentu harga komoditas ini. Meidy menjelaskan Indonesia sudah memiliki harga patokan mineral (HPM) nikel, yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Namun, harga bijih nikel Indonesia melalui HPM masih berbeda sekitar 40% dibandingkan harga internasional.

“Rata-rata HPM untuk bijih nikel dengan kadar 1,8% hanya sebesar USD 36 per metrik ton (mt) pada 2024, sementara harga internasionalnya mencapai USD 63 per mt di periode yang sama,” ujar Meidy. Kesenjangan harga ini menyebabkan potensi selisih hingga US$ 6,36 miliar sepanjang 2024.

Di sisi lain, ekspor produk turunan nikel seperti matte, MHP, NPI, cathode, dan nikel sulfat tercatat sebesar US$ 20,28 miliar dari Januari hingga November 2024. Tantangan lain dalam perdagangan nikel global adalah penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). “Pada 2027, Uni Eropa akan mewajibkan paspor baterai yang salah satu indikatornya adalah ESG. Ini harus menjadi perhatian agar ekspor nikel Indonesia tetap kompetitif,” tambah Meidy.

Saat ini, Indonesia memiliki 395 izin usaha pertambangan (IUP) nikel. Dari jumlah tersebut, terdapat 49 pabrik pirometalurgi, enam pabrik hidrometalurgi, serta 40 smelter yang masih dalam tahap konstruksi. Menurut Meidy, menjadikan nikel sebagai subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka Indonesia bisa meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas perdagangan nikel nasional.

“Kontrak berjangka nikel diharapkan berdampak positif dalam empat aspek, yaitu transparansi harga, transaksi melalui perbankan Indonesia, identifikasi proses bisnis, dan manajemen risiko harga,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Bappebti sekaligus Plt. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan PBK, Olvy Andrianita, mengungkapkan bahwa Bappebti sedang merevisi Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 10 Tahun 2024 agar nikel masuk sebagai subjek kontrak berjangka.

“Bappebti akan meninjau kembali aturan kontrak berjangka serta spesifikasi kontrak nikel yang diajukan oleh bursa berjangka di Indonesia. Targetnya, nikel bisa mulai diperdagangkan di bursa berjangka nasional tahun ini,” pungkas Olvy.

Artikel Terkait

Harga Emas Mandek, Dolar AS Masih Terlalu Kuat

STOCKWATCH.ID (CHICAGO) – Harga emas dunia bergerak stabil pada akhir...

Harga Minyak Turun, Pasar Waspadai Kenaikan Produksi OPEC+ dan Ancaman Trump ke India

STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia kembali ditutup...

Harga Emas Melesat 2%, Investor Yakin The Fed Akan Turunkan Suku Bunga Lebih Cepat

STOCKWATCH.ID (CHICAGO) – Harga emas dunia menguat tajam pada akhir...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru