Jumat, Agustus 8, 2025
30.6 C
Jakarta

Bukan untuk Investor Pemula, Short Selling Bisa Bikin Tajir? Begini Cara Mainnya!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin membuka peluang bagi investor untuk melakukan transaksi short selling. Dengan terbitnya POJK Nomor 6 Tahun 2024, aturan baru ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pelaku pasar.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI, Firza Rizqi Putra, menjelaskan ada dua perubahan utama dalam regulasi short selling. Pertama, batasan harga short selling kini lebih fleksibel. Sebelumnya, investor hanya bisa melakukan short selling pada harga yang lebih tinggi dari harga pasar. “Dengan aturan baru, sekarang short selling bisa dilakukan di harga terakhir yang terjadi di pasar,” ujarnya. Hal ini membuat transaksi lebih efisien dan selaras dengan praktik global.

Kedua, aturan mengenai modal minimum (capital requirement) bagi investor juga mengalami perubahan signifikan. Jika sebelumnya investor harus memiliki modal Rp.200 juta untuk melakukan short selling, kini hanya Rp. 50 juta. Namun, ada syarat tambahan bahwa investor harus aktif bertransaksi selama minimal enam bulan. “Jadi short selling ini tetap untuk investor yang sudah berpengalaman dan paham risiko di pasar modal,” tambah Firza.

Short selling dinilai memiliki peran penting dalam meningkatkan efisiensi pasar. Dengan adanya transaksi ini, mekanisme price discovery atau penemuan harga yang lebih wajar bisa berjalan lebih optimal. “Saat ini belum ada mekanisme organik untuk menyesuaikan harga saham dengan nilai wajarnya. Short selling bisa membantu menciptakan keseimbangan itu,” jelas Firza.

Selain di pasar saham (equity market), short selling juga berperan penting dalam produk investasi lainnya seperti structured warrant, ETF, dan single stock futures. Dalam instrumen derivatif, short selling sangat dibutuhkan untuk hedging, terutama bagi liquidity provider.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan POJK 18 yang mengatur liquidity provider di pasar modal. Peran short selling di sini adalah membantu liquidity provider menjaga keseimbangan pasar, baik saat harga saham naik maupun turun. “Ketika pasar turun, short selling memungkinkan liquidity provider tetap menyediakan kuotasi, sehingga pasar tetap likuid dan investor bisa bertransaksi dengan lancar,” papar Firza.

Selain itu, short selling juga membuka peluang baru bagi pemilik saham untuk meminjamkan efek mereka dan mendapatkan return tambahan. “Portofolio yang nganggur bisa disekolahkan,” kata Firza. Artinya, investor yang memiliki saham dapat meminjamkan asetnya kepada pelaku short selling dan menerima imbal hasil dari saham yang dipinjamkan.

Bukan untuk Pemula! Investor

Firza menegaskan short selling bukan instrumen yang bisa digunakan sembarangan. “Pastinya short selling tidak untuk pemula, karena ada risk dan return yang investor perlu ketahui dari transaksi ini,” ujarnya.

Short selling memang memungkinkan investor mendapatkan keuntungan saat harga saham turun. Namun, jika harga saham justru naik setelah investor melakukan short selling, maka kerugian bisa sangat besar. “Nah, di situ pasti akan ada kerugian yang perlu dipastikan ataupun di-cover oleh investor,” tambah Firza.

Selain itu, ada risiko gagal serah dalam transaksi ini. Investor harus memastikan ketersediaan saham yang dipinjam untuk dikembalikan dalam T+2. Jika tidak, mereka bisa terkena sanksi berupa cash settlement, yang berpotensi meningkatkan denda.

Meski berisiko, short selling juga menawarkan beberapa manfaat bagi pasar modal. Salah satunya adalah meningkatkan fair price discovery atau pembentukan harga yang lebih wajar. “Saat ini belum ada mekanisme yang secara organik bisa meningkatkan fair price discovery. Salah satunya adalah short selling yang bisa membantu pembentukan harga jauh lebih wajar,” kata Firza.

Selain itu, short selling juga memberikan peluang bagi investor saat pasar sedang bearish. Dengan adanya mekanisme ini, investor tidak hanya bisa meraup cuan saat harga naik, tetapi juga saat harga turun. “Sekarang investor punya alternatif instrumen untuk tetap mendapatkan cuan ketika pasar sedang turun,” ujarnya.

Dampak lainnya adalah peningkatan likuiditas pasar. Dengan transaksi dua arah—baik beli maupun jual—maka pasar modal menjadi lebih dinamis. Investor juga bisa menggunakan short selling sebagai strategi lindung nilai (hedging) untuk melindungi portofolio mereka dari penurunan nilai saham.

Short selling juga membantu menekan risiko bubble, yaitu lonjakan harga saham yang tidak wajar akibat tekanan beli yang masif. Dengan adanya mekanisme ini, harga saham lebih terjaga dan mencerminkan nilai yang sebenarnya.

Sebelumnya, pasar modal Indonesia hanya mengenal transaksi one-side, di mana investor lebih banyak membeli saham dibanding menjualnya. “Selama ini kita hanya one-side only margin implementation, jadi beli-beli terus. Ini bisa membuat harga naik di atas fair price-nya,” jelas Firza.

Namun, dengan adanya short selling, keseimbangan pasar bisa lebih terjaga. “Ketika harga saham di atas fair price, investor bisa melakukan short selling. Sebaliknya, jika harga sudah turun terlalu jauh, mereka bisa kembali membeli. Jadi market kita lebih dinamis dan pastinya lebih liquid,” tandasnya.

Syarat Short Selling

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi investor yang ingin bertransaksi short selling. Menurut Firza, investor yang ingin bertransaksi short selling harus membuka akun di anggota bursa (AB) yang sudah memiliki lisensi short selling. Tidak semua AB bisa memfasilitasi transaksi ini karena ada sejumlah persyaratan ketat yang harus dipenuhi.

“Sesuai dengan Peraturan Nomor III-I, kami melakukan pengecekan terhadap rasio short selling, manajemen risiko, serta mekanisme penutupan posisi oleh anggota bursa jika investor terlambat menutup posisi short selling-nya,” ujar Firza.

Selain itu, investor juga harus memenuhi syarat modal minimum sesuai dengan POJK 6. Dana awal yang harus disiapkan adalah Rp50 juta, dan investor harus memiliki saldo dana minimal Rp50 juta selama setidaknya enam bulan sebelum bisa bertransaksi short selling.

“Jadi, short selling ini memang bukan untuk investor pemula. Bagi mereka yang baru masuk ke dunia saham, sebaiknya mulai dari reksa dana, ETF, atau instrumen lainnya. Sementara itu, investor yang sudah lebih berpengalaman bisa mencoba saham, kemudian naik ke short selling atau single stock futures,” jelasnya.

Dari sisi strategi, mekanisme short selling mirip dengan perdagangan saham pada umumnya. Investor bisa melakukan analisis fundamental maupun teknikal sebelum mengambil keputusan jual. Untuk transaksi intraday short selling, investor harus menutup posisinya sebelum pasar tutup di hari yang sama.

“Pastikan posisi short selling dilakukan pada harga jual terakhir atau harga match terakhir di pasar. Jangan lupa untuk menutup posisi sebelum akhir perdagangan agar tidak ada posisi outstanding yang terbawa ke T+2,” tegas Firza.

Dengan aturan ini, BEI ingin memastikan bahwa perdagangan tetap berlangsung teratur, wajar, dan efisien. Short selling memberikan peluang bagi investor untuk meraih keuntungan saat pasar turun, namun tetap harus dilakukan dengan perhitungan yang matang.

Intraday Short Selling vs Regular Short Selling

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memperkenalkan dua mekanisme short selling sesuai dengan POJK 6, yaitu regular short selling dan intraday short selling.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI, Firza Rizqi Putra, menjelaskan bahwa regular short selling mengharuskan investor menutup posisi paling lambat pada T+2. Namun, mekanisme ini masih memiliki tantangan karena jumlah saham yang bisa dipinjam terbatas.

Untuk mengatasi kendala ini, BEI menghadirkan intraday short selling. Investor bisa menjual saham di pagi hari dan membelinya kembali di sore hari sebelum pasar tutup.

“Intraday short selling ini kebalikan dari BPJS, beli pagi jual sore. Kalau BPJS beli pagi jual sore, ini justru jual pagi beli sore,” ujar Firza.

Investor wajib menutup posisi short mereka sebelum akhir perdagangan. BEI juga menerapkan manajemen risiko agar anggota bursa memiliki mekanisme otomatis untuk menutup posisi jika investor lupa.

“Jika rasio tertentu terpenuhi, bisa ada tindakan seperti mark to market, margin call, atau bahkan forced liquidation,” tambah Firza.

Perbedaan utama regular short selling dan intraday short selling ada pada penyelesaian transaksinya. Dalam intraday short selling, semua saham yang dijual harus dibeli kembali di hari yang sama, sehingga tidak ada posisi yang tertunda hingga T+2.

Sementara itu, dalam regular short selling, investor harus meminjam saham sebelum menjualnya. Saham tersebut harus diserahkan kepada pembeli pada T+2 agar tidak terjadi gagal serah.

BEI memperkenalkan intraday short selling sebagai langkah awal agar investor lebih familiar dengan mekanisme short selling. Dengan cara ini, investor bisa belajar dan mengasah keterampilan sebelum beralih ke regular short selling.

“Kita harus mulai dari suatu titik. Ini selalu jadi diskusi ‘chicken and egg’. Karena belum ada demand short selling, belum ada yang menyediakan saham untuk dipinjam. Jadi, kita mulai dari intraday short selling,” ujar Firza.

Firza menjelaskan, short selling cukup sederhana. Investor menjual saham yang diperkirakan akan turun harganya. Misalnya, jika harga saham Telkom atau BBRI masih tinggi dan diprediksi turun, investor bisa menjualnya terlebih dahulu.

Dalam regular short selling, ada aturan yang harus diikuti. Saham yang dijual harus diserahkan dalam waktu T+2, sehingga investor harus meminjam saham sebelum menjualnya. Jika harga saham turun, investor bisa membelinya kembali dengan harga lebih rendah dan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan beli.

Sebagai ilustrasi, jika seorang investor menjual saham seharga Rp1 juta, lalu membelinya kembali saat harga turun 10% menjadi Rp900 ribu, keuntungan kotor yang diperoleh adalah Rp100 ribu. Namun, ada biaya yang harus diperhitungkan. Biaya peminjaman efek selama 20 hari dengan rate 15% per tahun adalah Rp8.333. Biaya transaksi jual Rp1.433, dan biaya transaksi beli Rp324. Setelah dikurangi biaya-biaya tersebut, keuntungan bersih investor adalah Rp89.910 atau setara 8,9% dari nilai short selling.

“Ini lebih menarik dibanding aturan sebelumnya. Dulu, harga jual short selling harus lebih tinggi, sehingga tujuan transaksi short selling sering tidak tercapai. Dengan aturan baru ini, potensi keuntungan lebih maksimal karena harga jual bisa langsung mengikuti harga pasar,” jelas Firza.

Selain regular short selling, BEI juga menawarkan intraday short selling yang lebih sederhana. Investor bisa menjual saham di pagi hari dan membelinya kembali di sore hari tanpa perlu meminjam saham.

Misalnya, investor menjual saham seharga Rp1 juta. Jika harga turun 10%, ia bisa membelinya kembali di harga Rp900 ribu. Selisih harga jual dan beli menghasilkan keuntungan Rp100 ribu tanpa ada biaya peminjaman saham karena transaksi selesai di hari yang sama.

Intraday short selling dianggap lebih efektif dan efisien, terutama bagi investor yang sudah terbiasa bertransaksi saham. Dengan mekanisme ini, investor punya lebih banyak strategi untuk meraih keuntungan, baik saat harga saham naik maupun turun.

Artikel Terkait

Berlanjut! Pengendali Buang Lagi 1,49% Saham DEWA di Harga Bawah, Kantongi Cuan Segini

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - Aksi jual saham PT Dharma Henwa...

Adi Sarana Suntik Modal Anak Usaha Menjadi Rp29,6 Miliar, Tujuannya Ini

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA),...

IHSG Kembali Turun 0,18% ke 7.490,183 Dipicu DCII, BMRI, TLKM, CDIA dan CUAN

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru