STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada penutupan perdagangan Senin (23/6/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (24/6/2025) WIB. Penyebab utamanya adalah sinyal dari pejabat Federal Reserve soal kemungkinan pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Mengutip CNBC International, Wakil Ketua Pengawasan The Fed, Michelle Bowman, mengatakan saat ini saatnya mempertimbangkan pemangkasan suku bunga karena mulai muncul kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja. Ia juga menyebut bahwa tarif impor tidak lagi menjadi ancaman besar terhadap inflasi.
“Bowman dikenal sebagai sosok yang hawkish. Jadi jika ia mulai bicara soal pelonggaran dan pemangkasan suku bunga, hal itu jelas menjadi tekanan besar bagi dolar,” ujar Helen Given, Direktur Perdagangan di Monex USA.
Pasar pun langsung menyesuaikan ekspektasinya. Fed funds futures kini mencerminkan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 58 basis poin tahun ini. Ini menunjukkan dua kali pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin dianggap hampir pasti, dan peluang untuk pemangkasan ketiga juga meningkat.
Ekspektasi itu makin kuat setelah Gubernur The Fed, Christopher Waller, pada Jumat lalu menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga perlu dipertimbangkan dalam pertemuan berikutnya pada 29–30 Juli mendatang.
Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, juga menyampaikan bahwa dampak dari lonjakan tarif impor sejauh ini masih lebih ringan dibandingkan perkiraan.
Padahal, beberapa hari sebelumnya dolar sempat menguat setelah The Fed mempertahankan suku bunga tetap. Saat itu, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan inflasi masih berpotensi naik karena kebijakan tarif dari pemerintahan Trump.
Powell dijadwalkan akan memberikan kesaksian di hadapan Kongres AS pada Selasa dan Rabu.
Selain faktor suku bunga, dolar juga mendapat tekanan dari situasi geopolitik. Meski Iran menyerang pangkalan militer AS di Qatar, serangan itu tidak menimbulkan korban.
“Itu tidak terlihat seperti Iran akan mendapatkan dukungan militer dari Rusia atau China untuk melakukan pembalasan,” kata Helen Given.
Militer Iran menyebut serangannya ke pangkalan Al Udeid sebagai “kuat dan menghancurkan”. Namun pejabat AS memastikan tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.
Sebelumnya, penguatan dolar sempat didorong oleh aksi investor yang melepas aset berisiko karena khawatir konflik akan meluas.
“Penguatan dolar lebih karena aksi unwind dari posisi-posisi spekulatif yang menggunakan dolar sebagai mata uang pembiayaan,” jelas Marc Chandler, Kepala Strategi Pasar di Bannockburn Global Forex.
Namun pelemahan terjadi seiring meredanya ketegangan. Indeks dolar turun 0,32% ke level 98,45 setelah sempat menyentuh 99,42, tertinggi sejak 30 Mei.
Mata uang euro menguat 0,39% ke posisi US$1,1567. Sementara pound sterling naik 0,51% ke US$1,3517, setelah sebelumnya sempat turun ke US$1,3367, terendah sejak 20 Mei.
Kinerja ekonomi di zona euro dan Inggris juga menjadi perhatian. Di zona euro, pertumbuhan ekonomi stagnan selama dua bulan terakhir. Di Inggris, aktivitas bisnis tumbuh tipis, tetapi pemutusan hubungan kerja meningkat.
Yen Jepang sedikit melemah 0,09% terhadap dolar ke 146,22 per dolar AS. Sebelumnya sempat menyentuh level 148,02, terlemah sejak 13 Mei.
Analis Bank of America menilai yen masih berisiko tertekan jika harga minyak tetap tinggi. Jepang mengimpor hampir seluruh kebutuhan minyaknya, dan lebih dari 90% berasal dari Timur Tengah.
Di pasar kripto, harga bitcoin naik tajam 3,49% ke level US$103.040.