STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS mengalami lonjakan signifikan pada penutupan perdagangan hari Rabu (13/11/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (13/11/2024) WIB. Greenback mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan setelah data inflasi AS menunjukkan kenaikan yang sesuai dengan ekspektasi. Hal ini memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve kemungkinan akan terus memangkas suku bunga
Mengutip CNBC International, indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap beberapa mata uang utama, seperti yen dan euro, naik 0,33% menjadi 106,34. Angka ini bahkan sempat menyentuh 106,50, level tertinggi sejak 16 April lalu.
Menurut data dari Departemen Tenaga Kerja AS, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,2% pada Oktober, mencatatkan kenaikan selama empat bulan berturut-turut. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan biaya tempat tinggal, terutama sewa. Dalam 12 bulan terakhir hingga Oktober, CPI tercatat meningkat 2,6%.
Kenaikan dolar juga dipengaruhi oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS minggu lalu. Kemenangan ini memicu harapan akan kebijakan tarif dan ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi inflasi, sehingga meningkatkan permintaan terhadap dolar.
Namun, setelah rilis data inflasi, imbal hasil Treasury AS justru turun. Imbal hasil obligasi 10 tahun AS tercatat turun 2,3 basis poin menjadi 4,41%. Marvin Loh, analis dari State Street, mengatakan bahwa pasar menjadi sedikit lebih tenang setelah data inflasi keluar, meskipun ketidakpastian tentang kebijakan The Fed dan ekonomi global masih berpengaruh.
Pasar kini melihat dolar sebagai pilihan utama untuk perdagangan yang dipengaruhi kebijakan Trump, ditambah dengan euforia Bitcoin. Cryptocurrency ini bahkan melesat melewati angka US$90.000, menguat 3,63% menjadi US$91.519.
Di sisi lain, mata uang utama lainnya seperti yen dan euro terus tertekan. Yen jatuh melewati angka 155 terhadap dolar, level terlemah sejak akhir Juli. Sementara itu, euro turun 0,43% menjadi US$1,0577.
Dengan ketegangan perdagangan yang masih berlangsung, terutama terkait kebijakan Trump terhadap China, Loh menambahkan bahwa euro akan menghadapi dampak besar dari kebijakan Trump yang belum jelas, yang berpotensi membebani ekonomi Eropa.