STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada akhir perdagangan Rabu (13/8/2025) waktu setempat atau Kamis pagi (14/8/2025) WIB. Greenback turun untuk hari kedua berturut-turut. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang ini terhadap sekeranjang mata uang utama, turun 0,2% ke posisi 97,81. Level ini menjadi yang terendah sejak 28 Juli. Penurunan tersebut melanjutkan pelemahan 0,5% yang terjadi sehari sebelumnya.
Mengutip CNBC International, data inflasi Amerika Serikat menunjukkan harga konsumen naik tipis pada Juli, sesuai perkiraan pasar. Dampak tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap harga barang sejauh ini masih terbatas. Menurut data LSEG, investor kini memperkirakan peluang penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve mencapai 98% pada pertemuan bulan depan.
Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent mendorong bank sentral AS (The Fed) untuk melakukan serangkaian pemangkasan suku bunga. Ia menilai pemotongan bisa dimulai dengan 50 basis poin.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump menekan Ketua The Fed Jerome Powell. Trump menilai langkah Powell menurunkan suku bunga terlalu lambat.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyampaikan, Trump bahkan mempertimbangkan menggugat Powell terkait pengelolaan renovasi kantor The Fed di Washington.
Shaun Osborne, chief currency strategist di Scotiabank, menilai tekanan politik di Washington cukup signifikan. “Ada tekanan cukup besar pada Fed dari sisi politik untuk segera mengambil langkah terkait suku bunga,” ujarnya.
Michael Pfister, analis FX di Commerzbank, menambahkan, “Perkembangan beberapa hari dan minggu terakhir tidak memberi optimisme besar tentang masa depan, atau dolar AS.” Ia membandingkan situasi politik ini dengan beberapa negara yang lebih otoriter, meski menekankan hal itu belum tentu terjadi di AS.
Trump juga menyoroti CEO Goldman Sachs David Solomon, mempertanyakan prediksi bank terkait dampak tarif terhadap ekonomi dan kepemimpinannya di institusi Wall Street itu.
Pelemahan dolar membuat mata uang lain menguat. Euro naik 0,3% ke US$1,1705, sempat mencapai level tertinggi sejak 28 Juli. Poundsterling Inggris bertambah 0,5% menjadi US$1,3572, sempat menyentuh level tertinggi sejak 24 Juli. Data tenaga kerja Inggris menunjukkan pasar pekerjaan melemah, meski pertumbuhan upah tetap kuat, menjelaskan kehati-hatian Bank of England menurunkan suku bunga.
Dolar Australia naik 0,3% ke US$0,6550, dan dolar Selandia Baru bertambah 0,5% menjadi US$0,5982. Reserve Bank of Australia pada Selasa memangkas suku bunga sesuai ekspektasi dan memberi sinyal pelonggaran kebijakan lebih lanjut jika diperlukan untuk mencapai target inflasi dan pekerjaan.