STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap berbagai mata uang pada penutupan perdagangan Kamis (10/4/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (11/4/2025) WIB. Pelemahan ini terjadi setelah pasar dikejutkan oleh keputusan Presiden AS Donald Trump yang menunda tarif balasan hanya sehari setelah diberlakukan.
Mengutip CNBC International, dolar AS turun tajam terhadap yen Jepang sebesar 1,9% ke level 144,92. Sepanjang April ini, dolar sudah melemah 2% terhadap yen.
Penurunan dolar juga terlihat terhadap euro yang naik 1,7% menjadi US$1,1132. Sementara poundsterling Inggris menguat 0,8% menjadi US$1,2922.
Pasar masih mencoba mencerna arah kebijakan perdagangan AS setelah langkah tak terduga dari Trump. Ia memberikan penangguhan selama 90 hari terhadap tarif balasan yang sebelumnya disebut sebagai “Liberation Day Tariffs”. Namun, tarif dasar sebesar 10% untuk sebagian besar negara tetap diberlakukan.
Di saat yang sama, tarif impor terhadap produk dari China justru dinaikkan jadi 125% secara langsung. Ini dilakukan setelah China membalas tarif AS sebelumnya dengan bea masuk sebesar 84%.
Pengumuman ini memicu gejolak di berbagai pasar, termasuk obligasi pemerintah, komoditas, dan tentu saja mata uang. Yen Jepang dan franc Swiss yang biasanya dianggap aset aman sempat bergerak liar, sementara dolar Australia—yang dianggap cerminan sentimen pasar terhadap ekonomi global—justru menguat.
“Pasangan USD/JPY biasanya bergerak di kisaran 150–155 ketika imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di level 4,25% sampai 4,30% seperti saat ini,” kata Chris Turner, Kepala Riset Global di ING.
“Fakta bahwa USD/JPY masih diperdagangkan di angka 146 menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan yang tidak konsisten kini membuat pasar menuntut premi risiko yang lebih tinggi untuk aset-aset AS,” lanjut Turner dalam catatan paginya.
Pelemahan dolar juga dipicu oleh penurunan imbal hasil obligasi AS. Hubungan tradisional antara dolar dan yield obligasi kembali terlihat, setelah sempat terputus di awal pekan saat dolar turun meskipun yield naik tajam.