STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS terus menguat pada penutupan perdagangan Selasa (10/12/2024) waktu setempat, atau Rabu pagi (11/12/2024) WIB. Tren ini berlanjut sejak pekan lalu, seiring harapan pasar terhadap data inflasi AS yang akan dirilis dalam beberapa hari mendatang. Data ini diharapkan memberikan petunjuk soal kebijakan moneter The Fed.
Mengutip CNBC International, dolar Australia terperosok 1,09%, mencapai level terendah sejak 5 Agustus, yaitu US$0,6371. Penurunan tajam ini terjadi setelah Bank Sentral Australia (RBA) mengubah pandangannya tentang prospek inflasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Erik Bregar, Direktur Manajemen Risiko FX & Logam Mulia di Silver Gold Bull, menjelaskan bahwa kekhawatiran pasar muncul setelah data perdagangan China yang lebih buruk dari perkiraan. “Jika pasar saham China kembali menguat, dan komoditas seperti tembaga ikut naik, ini bisa sedikit menekan penguatan dolar AS,” ujarnya.
Data perdagangan China yang lemah menjadi faktor pelemahan dolar Australia. Ekspor China tumbuh lambat pada November, sementara impor justru menurun. Mengingat China adalah mitra dagang terbesar Australia, hal ini berdampak langsung pada perekonomian Australia.
Sebelumnya, pasar sempat optimis dengan janji stimulus dan pelonggaran kebijakan moneter China. Namun, setelah data perdagangan yang mengecewakan, optimisme itu memudar. Saham China melemah, dan saham Hong Kong ikut tertekan.
Dolar AS juga menguat terhadap yen Jepang, naik 0,4% menjadi 151,87 yen. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang besar lainnya, naik 0,42% menjadi 106,6.
Pasar uang kini memperkirakan 86% kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember mendatang. Meski begitu, beberapa analis memperingatkan, kalangan “hawkish” di The Fed bisa mempengaruhi keputusan tersebut.
“Kesepakatan di dalam The Fed kemungkinan akan mengarah pada pandangan yang lebih hawkish dibandingkan dengan bulan September atau November,” kata Thierry Wizman, seorang strategis forex di Macquarie.
Sementara itu, euro terdepresiasi 0,48% menjadi US$1,0503. Para pelaku pasar kini menunggu rilis data ekonomi AS dan pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) yang diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 0,25%.
Dolar Selandia Baru mengikuti jejak dolar Australia dengan penurunan 1,13% menjadi US$0,5799.
Kini, perhatian pasar tertuju pada konferensi ekonomi besar di China. “Central Economic Work Conference” yang akan digelar minggu ini, akan menetapkan kebijakan utama untuk tahun depan. Meskipun Beijing mengumumkan kebijakan moneter longgar untuk mendongkrak perekonomian, yuan tetap berada di 7,2632 per dolar.
Di sisi lain, Bank of Canada dan Swiss National Bank juga dijadwalkan mengumumkan kebijakan mereka pada Rabu dan Kamis ini. Kedua bank tersebut diperkirakan akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.