Rabu, Agustus 6, 2025
30.3 C
Jakarta

Dolar AS Menguat di Tengah Ketidakpastian Tarif

STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap euro dan yen pada penutupan perdagangan Rabu (26/3/2025) waktu setempat atau Kamis pagi (27/3/2025) WIB. Penguatan ini terjadi seiring dengan spekulasi pasar mengenai kebijakan tarif impor yang akan diumumkan Presiden AS Donald Trump pekan depan. Para pelaku pasar masih menimbang apakah tarif tersebut akan lebih ringan atau lebih ketat dari perkiraan sebelumnya.

Mengutip CNBC International, poundsterling Inggris justru melemah ke level terendah dalam dua minggu setelah data inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi serta pernyataan terbaru dari Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves terkait kebijakan fiskal.

Mata uang AS bergerak naik turun dalam beberapa waktu terakhir, tergantung pada optimisme atau kekhawatiran pasar mengenai dampak kebijakan tarif. Investor khawatir bahwa penerapan tarif yang lebih ketat dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memicu kembali tekanan inflasi.

“Semua orang mencoba menebak apa yang akan dilakukan terkait tarif,” kata Steve Englander, Kepala Riset Valas G10 dan Strategi Makro Amerika Utara di Standard Chartered Bank, New York.

Ia menambahkan bahwa pemerintah AS tampaknya ingin menghindari tekanan pasar sebelum pengumuman resmi. “Namun, ada risiko bahwa ketika saatnya tiba, tarif yang diumumkan bisa lebih agresif dari yang sudah diperhitungkan pasar,” ujarnya.

Trump mengatakan pada Senin lalu bahwa tarif otomotif akan segera diberlakukan. Namun, ia juga mengisyaratkan bahwa tidak semua tarif akan diterapkan pada 2 April dan beberapa negara mungkin akan mendapatkan pengecualian.

Dolar AS juga mendapat dorongan tambahan setelah data pesanan barang tahan lama di AS yang dirilis pada Februari menunjukkan kenaikan tak terduga.

Euro terus melemah terhadap dolar dan mencatat penurunan selama enam hari berturut-turut. Mata uang tunggal Eropa ini sempat menyentuh level US$1,0766, terendah sejak 6 Maret.

Komisaris Perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, bertemu dengan pejabat perdagangan utama AS pada Selasa untuk membahas kemungkinan penghindaran tarif tinggi terhadap barang-barang Uni Eropa. Namun, hasil pertemuan tersebut belum jelas.

Menurut laporan Bank of America, sejak pekan lalu terjadi peningkatan penjualan euro oleh sektor resmi, termasuk dana kekayaan negara dan bank sentral.

“Aliran dana seperti ini menunjukkan bahwa sektor resmi masih belum yakin bahwa keunggulan ekonomi AS akan memudar atau bahwa ekonomi Eropa akan bangkit, yang dapat memicu pergeseran signifikan ke aset Uni Eropa,” kata Athanasios Vamvakidis, Kepala Strategi Valas di Bank of America.

Sementara itu, yen Jepang melemah 0,4% ke level 150,56 per dolar AS, sejalan dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Gubernur Bank of Japan (BOJ), Kazuo Ueda, mengatakan bahwa bank sentral harus menaikkan suku bunga jika kenaikan harga pangan terus berlanjut dan menyebabkan inflasi yang lebih luas. Namun, ia menegaskan bahwa inflasi inti masih di bawah target tahunan 2%.

“Masih ada hambatan besar bagi BOJ untuk mempercepat laju kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, kecil kemungkinan BOJ akan mengetatkan kebijakan lebih dari yang telah diperkirakan pasar,” kata Win Thin, Kepala Strategi Pasar Global di Brown Brothers Harriman.

BOJ diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga pada Juli mendatang.

Anggota dewan baru BOJ, Junko Koeda, juga menyatakan bahwa suku bunga riil di Jepang saat ini masih “sangat rendah” di tengah percepatan inflasi dan pertumbuhan upah yang solid.

Secara fundamental, ekonomi Jepang menunjukkan bahwa nilai tukar yen seharusnya berada di kisaran 120-130 per dolar AS, jauh dari level saat ini di 150, kata seorang pejabat senior Jepang kepada Reuters. Pemerintah Jepang kini mempertimbangkan langkah-langkah untuk membendung arus keluar modal yang melemahkan yen.

Poundsterling jatuh ke level terendah sejak 11 Maret. Imbal hasil obligasi pemerintah Inggris (gilt) juga turun setelah Kantor Manajemen Utang Inggris (DMO) mengumumkan bahwa penerbitan obligasi pada 2025/26 akan lebih sedikit dari perkiraan. Hal ini meredakan kekhawatiran pasar terhadap potensi lonjakan pasokan obligasi. Poundsterling terakhir melemah 0,35% ke US$1,2898.

Data sebelumnya menunjukkan inflasi Inggris melambat ke tingkat tahunan 2,8% pada Februari dari 3% pada Januari.

Dolar Australia sedikit menguat 0,16% ke US$0,6311 setelah data inflasi konsumen di Australia menunjukkan perlambatan pada Februari.

Di pasar kripto, harga Bitcoin turun 1% menjadi US$87.017.

Artikel Terkait

BNI Pastikan Aktivasi Rekening Dormant Gratis, Ini Caranya!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk...

Dolar AS Menguat, Pasar Tunggu Pengganti Gubernur The Fed Pilihan Trump

STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS)...

74% Emiten Cuan di Semester I 2025, Laba Naik 21%! Sektor Energi Malah Tekor!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - Kinerja emiten di pasar modal Indonesia...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru