STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS mengalami penurunan yang cukup signifikan pada penutupan perdagangan hari Rabu (30/10/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (31/10/2024) WIB. Greenback merosot terhadap sejumlah mata uang utama. Penyebabnya adalah munculnya data pekerjaan AS yang lebih kuat dari perkiraan serta rilis anggaran Inggris yang mempengaruhi sentimen pasar.
Mengutip CNBC International, pertumbuhan lapangan kerja swasta di AS melonjak pada bulan Oktober. Hal ini berhasil mengatasi kekhawatiran akan gangguan sementara akibat badai dan pemogokan. Laporan pekerjaan nasional ADP merilis data tersebut. Namun, pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal ketiga hanya meningkat 2,8% secara tahunan, sedikit lebih rendah dari ekspektasi 3% yang diharapkan para ekonom.
Indeks dolar AS, yang mengukur nilai mata uang ini terhadap enam rival utamanya, sempat naik hingga 104,43. Namun, akhirnya terjun 0,2% menjadi 104,09. Indeks ini bahkan sempat menyentuh level tertinggi sejak 30 Juli, yakni 104,63 pada hari Selasa.
Brad Bechtel, kepala FX global di Jefferies, New York, menyatakan, “Momentum dalam ekonomi AS terlihat cukup baik.” Ia menambahkan, data lebih lanjut akan datang akhir pekan ini, termasuk angka nonfarm payroll. Bechtel juga mengingatkan bahwa ekspektasi terhadap Federal Reserve telah banyak berkurang dari level ekstrem sebelumnya. “Laporan Jumat ini akan menjadi penentu bagaimana kita melihat Fed ke depan,” ujarnya.
Indikator campuran dari AS menunjukkan pasar tenaga kerja yang sedikit melonggar, meski kepercayaan konsumen tetap tinggi. Hal ini membuat dolar AS merosot bersamaan dengan imbal hasil obligasi pemerintah. Data terbaru menunjukkan pasar kerja dan ekonomi yang tahan banting. Trader mulai mengurangi taruhan mereka pada pemotongan suku bunga.
Matt Weller, kepala riset pasar di StoneX, Grand Rapids, Michigan, menjelaskan, “Pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pasca pemilihan tampaknya sudah menjadi kesepakatan.” Namun, ia memperingatkan bahwa laporan NFP yang kuat bisa memicu jeda dalam pemotongan suku bunga, mungkin secepat bulan Desember.
Dolar AS dan imbal hasil obligasi baru-baru ini mendapat dukungan dari spekulasi meningkatnya peluang kemenangan Donald Trump dalam pemilihan 5 November. Kebijakan tarif dan imigrasi Trump dianggap dapat menyebabkan inflasi, di mana ia bersaing melawan Demokrat Kamala Harris.
Kondisi ini juga berimbas pada lonjakan nilai cryptocurrency terkemuka, bitcoin. Bitcoin mendekati rekor tertingginya pada Maret lalu di angka US$73.803,25. Saat ini, bitcoin diperdagangkan sekitar US$72.033 setelah sempat menyentuh US$73.609,88 pada sesi sebelumnya.
Di Inggris, poundsterling sempat turun hingga 0,6% saat Menteri Keuangan Rachel Reeves menyampaikan anggaran pertama pemerintah Buruh. Namun, poundsterling kini turun sekitar 0,4% menjadi US$1,2969. Imbal hasil obligasi pemerintah Inggris awalnya jatuh, tetapi kemudian meningkat, dengan imbal hasil obligasi 10 tahun naik 6 basis poin menjadi 4,39%. Ini adalah level tertinggi sejak akhir Mei.
Reeves dan Perdana Menteri Keir Starmer menegaskan pentingnya langkah fiskal yang ketat untuk memperbaiki keuangan publik Inggris. Mereka berusaha mempertahankan kepercayaan investor, dua tahun setelah rencana pemotongan pajak mantan Perdana Menteri Liz Truss memicu krisis di pasar obligasi.
Sementara itu, euro naik 0,37% menjadi US$1,0858, sementara dolar AS stagnan di angka 153,40 yen. Data pertumbuhan Jerman dan inflasi regional lebih baik dari yang diperkirakan, menyebabkan trader memangkas taruhan terhadap pemotongan suku bunga besar dari Bank Sentral Eropa pada bulan Desember. Ekonomi zona euro tumbuh 0,4% pada kuartal ketiga, lebih tinggi dari 0,2% yang diperkirakan oleh para ekonom.
Dolar Australia yang sempat jatuh ke US$0,6537 untuk pertama kalinya sejak 8 Agustus, setelah data menunjukkan inflasi melambat ke level terendah dalam 3,5 tahun, kini naik 0,2% menjadi US$0,6575.