STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap yen Jepang pada akhir perdagangan Selasa (9/9/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (10/9/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah data resmi menunjukkan penciptaan lapangan kerja jauh lebih lemah dari perkiraan. Revisi besar ini memberi sinyal pasar tenaga kerja AS tidak sekuat yang diperkirakan sebelumnya.
Mengutip CNBC International, dolar sempat jatuh ke 147,94 yen atau turun 0,3% dalam sehari. Mata uang AS hanya memangkas sebagian kerugian setelah rilis data revisi payrolls yang mengejutkan investor.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan jumlah pekerjaan pada periode April 2024 hingga Maret 2025 direvisi turun 911.000. Pada 12 bulan sebelumnya, data juga dipangkas 598.000.
Menurut Action Economics, revisi kali ini menjadi yang terbesar dalam catatan sejarah. Angkanya melampaui -824.000 pada Maret 2009 dan -818.000 pada Maret tahun lalu. Revisi ini setara dengan pengurangan rata-rata 76.000 pekerjaan per bulan.
Michael Ashley Schulman, Chief Investment Officer Running Point di El Segundo, California, menilai kondisi ini menambah tekanan besar pada The Federal Reserve. Ia mengatakan, “Satu-satunya hal yang tumbuh lebih cepat dari skeptisisme pertumbuhan pekerjaan adalah tekanan pada The Federal Reserve untuk akhirnya menyelipkan pemangkasan suku bunga karena tidak ada yang lebih jelas menandakan pendinginan ekonomi selain pekerjaan yang berubah menjadi cerita hantu.”
Ia juga menambahkan, “Revisi payroll baru saja mengubah cerita pekerjaan dari dongeng menjadi catatan audit dengan BLS menyebut ekonomi menciptakan 911.000 pekerjaan lebih sedikit antara April 2024 dan Maret 2025. Ini adalah pemeriksaan realitas terbesar dalam beberapa tahun, yang artinya peri pekerjaan baru saja menarik kembali banyak keceriaan.”
Meski melemah terhadap yen, dolar justru menguat terhadap mata uang lain. Indeks dolar naik 0,3% ke 97,67. Euro merosot 0,4% ke US$1,1721, sementara terhadap franc Swiss, dolar naik 0,3% ke 0,7959 franc.
Investor kini menanti data inflasi konsumen AS yang akan dirilis Kamis mendatang. Rilis ini diperkirakan akan semakin memengaruhi arah kebijakan suku bunga The Fed.