Rabu, Desember 3, 2025
25.1 C
Jakarta

DPR Dorong Free Float 30%, Bos BEI: Butuh Dana Raksasa Rp 1.424 Triliun!

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Rencana kenaikan batas minimal saham publik atau free float di pasar modal Indonesia menjadi isu panas. Bursa Efek Indonesia (BEI) memperhitungkan kebutuhan dana yang sangat fantastis jika aturan ini diterapkan secara agresif. Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (3/12/2025), Direktur Utama BEI Iman Rachman membeberkan simulasi mengejutkan.

Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun yang mendorong agar batas free float dinaikkan menjadi 30%. Hadir dalam rapat tersebut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi.

Iman Rachman menjelaskan bahwa kenaikan batas free float akan berdampak besar pada kebutuhan penyerapan dana di pasar. Jika batas minimal dinaikkan menjadi 30%, pasar modal Indonesia harus siap menyerap dana lebih dari seribu triliun Rupiah.

“Jadi kita memang isunya satu, kita butuh juga di samping free float nambah, karena tadi, menambah dari 7,5% hari ini continuous, menjadi 10% atau 15%, ada tambahan Rp 200 triliun,” ujar Iman.

Dalam paparan data yang ditampilkan, simulasi kebutuhan dana tersebut sangat mencengangkan. Kenaikan free float ke level 10% membutuhkan dana Rp 21 triliun dan berdampak pada 192 perusahaan. Jika dinaikkan ke 15%, dana yang dibutuhkan melonjak menjadi Rp 203 triliun dengan 327 perusahaan terdampak.

Tingkat yang lebih tinggi memerlukan dana yang jauh lebih besar. Pada level 20%, pasar butuh Rp 504 triliun. Angka ini membengkak jadi Rp 942 triliun di level 25%. Puncaknya, jika mengikuti keinginan DPR di level 30%, dana yang harus diserap pasar mencapai Rp 1.424 triliun. Sebanyak 681 perusahaan tercatat harus menyesuaikan diri.

Tabel Simulasi Dampak Kenaikan Persyaratan Minimum Free Float

Simulasi Persyaratan MinimalNilai Market Cap yang Harus Diserap PasarJumlah Perusahaan Tercatat yang TerdampakRata-rata Free Float Perusahaan Tercatat% Saham Free Float (MC FF/MC Total)
7,5% (Eksisting)23,34%39,40%
10%Rp 21 Triliun19227,72%39,40%
15%Rp 203 Triliun32730,22%39,41%
20%Rp 504 Triliun44332,84%39,56%
25%Rp 942 Triliun59235,25%39,91%
30%Rp 1.424 Triliun68136,67%40,64%

Catatan:

  • *) Tidak ada kenaikan persentase Free Float pada indeks IDX 30 sehubungan dengan nilai persentase Free Float terendah pada indeks tersebut saat ini adalah 14,05%.

  • Dengan hanya menaikkan persyaratan minimum free float, rasio % saham free float (MC FF/MC Total) Indonesia belum dapat melebihi bursa ASEAN lainnya, yaitu:

    • FBMKLCI (Malaysia): 46,99%

    • STI (Singapura): 68,92%

    • SET50 (Thailand): 47,72%

    • PCOMP (Filipina): 41,18%

    • VN30 (Vietnam): 48,82%

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)

Iman juga menyoroti definisi free float di Indonesia yang tergolong konservatif dibandingkan negara lain. BEI hanya menghitung kepemilikan di bawah 5% sebagai free float.

“Apa artinya free float adalah bahwa yang dihitung free float hanya investor yang memiliki di bawah 5%. Kita hanya sama dengan London Stock Exchange dan Thailand Stock Exchange. Kalau bicara India, bicara Hongkong, mereka 15%, dianggap free float,” jelas Iman.

Saat ini, total free float di BEI berada di angka 23%. Namun, sumbangan terbesar justru datang dari perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil di bawah Rp 1 triliun.

“Kita saat ini terus terang kalau lihat tadi free float, yang 23% itu sumbangan terbesarnya adalah yang di bawah market cap Rp 1 triliun, Pak. Jadi kita butuh, jadi tidak hanya yang existing, tapi kita butuh big cap-big cap lain masuk, Pak,” tambahnya.

Iman pun meminta dukungan Komisi XI DPR agar perusahaan-perusahaan besar, terutama BUMN, mau masuk ke bursa.

“Mungkin 3 tahun ini alhamdulillah, yang masuk sebagian besar swasta. Setelah Pertamina Geothermal nggak ada lagi (BUMN),” ungkapnya.

Terkait kewenangan regulasi, Iman menegaskan bahwa aturan teknis berada di tangan bursa, namun angka-angkanya didiskusikan dengan OJK.

“Di kami perubahannya 1A-nya. Tapi kami diskusi dengan OJK, OJK-nya mau berapanya. Tapi kami rubah di aturan kami. Jadi pelaksananya di kami, kalau bicara itu,” jawab Iman saat ditanya anggota dewan.

BEI juga menyiapkan aturan bridging untuk memperketat ketentuan IPO. Perusahaan tidak boleh lagi mencatatkan saham di bawah 10% dengan alasan sudah ada pemegang saham pre-IPO. Selain itu, emiten wajib menjaga persentase saham publiknya setidaknya selama satu tahun setelah pencatatan.

“Jadi 1 tahun harus tetap di angka IPO size. Dia jaga itu dulu. Jadi dia tidak boleh kalau sekarang, dia boleh IPO 10%, 15% atau 20%, tapi begitu listing dia bisa turun, Pak, free float-nya ke 7,5%,” tegas Iman.

Sebelum aturan baru ini berlaku, BEI akan melakukan sosialisasi atau rule making rule kepada pelaku industri untuk mendapatkan masukan.

“Jadi setelah kita sepakati bentuk daripada perubahan floating, kami akan kembali kepada industri untuk sosialisasi dan dapatkan input baru setelah itu aturan kami, peraturan 1A-nya yang baru kita implementasikan,” pungkasnya.

- Advertisement -

Artikel Terkait

Target Ambisius 2030! BEI Incar Posisi 10 Besar Bursa Saham Dunia, Siap Salip Tetangga

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki mimpi...

Memasuki 2026, Nusantara Infrastructure (META) Tetap Fokus di Bisnis Jalan Tol, EBT dan Air Bersih

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Memasuki tahun 2026, manajemen PT Nusantara...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru