STOCKWATCH.ID (CHICAGO) – Harga emas dunia merosot pada penutupan perdagangan Senin (13/1/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (14/1/2025) WIB, setelah dolar AS menguat tajam. Mata uang ini mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua tahun akibat laporan pekerjaan AS yang melampaui ekspektasi. Pasar kini percaya Federal Reserve akan lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga tahun ini.
Mengutip CNBC International, harga emas spot turun 1,1% ke US$2.658,84 per ons setelah sempat melemah 1% pada sesi perdagangan. Emas berjangka AS juga merosot 1,4% menjadi US$2.677,6.
Bob Haberkorn, analis senior di RJO Futures, mengatakan data tenaga kerja AS yang solid mendukung penguatan dolar dan imbal hasil obligasi Treasury. “Penurunan harga emas ini adalah dampak lanjutan dari laporan pekerjaan yang lebih kuat dari perkiraan,” ujarnya.
Aksi ambil untung juga menekan harga emas. Pekan lalu, harga emas sempat mencatatkan kenaikan yang signifikan sebelum mengalami koreksi.
Indeks dolar melonjak ke level tertinggi sejak November 2022. Penguatan ini membuat emas, yang dihargai dalam dolar, menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar negeri.
Investor kini menantikan data ekonomi penting, seperti inflasi (CPI), klaim pengangguran mingguan, dan penjualan ritel, yang akan dirilis pekan ini. Data ini akan menjadi petunjuk tentang arah kebijakan Federal Reserve selanjutnya.
Fawad Razaqzada, analis City Index dan FOREX.com, menyebutkan jika inflasi menunjukkan kenaikan yang terus-menerus, kemungkinan besar ekspektasi pemotongan suku bunga pada paruh pertama tahun ini akan hilang.
Saat ini, pasar memperkirakan pemotongan suku bunga hanya sebesar 25 basis poin pada tahun ini, turun dari perkiraan 40 basis poin pekan lalu.
Suku bunga yang lebih tinggi membuat emas, yang tidak memberikan imbal hasil, menjadi kurang menarik bagi investor. Hal ini turut menambah tekanan pada harga emas.
Di pasar logam lainnya, perak spot jatuh 2,6% ke US$29,60 per ons. Platinum turun 1,5% ke US$950,65, dan paladium melemah 0,8% menjadi US$939,99.