STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia anjlok sekitar US$1 per barel pada penutupan perdagangan Senin (28/4/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (29/4/2025) WIB. Penurunan ini dipicu kekhawatiran permintaan yang melemah akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent merosot US$1,01 atau 1,51% menjadi US$65,86 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Serikat turun 97 sen atau 1,54% mencapai US$62,05 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Sebelumnya, harga Brent sempat naik tipis dalam dua sesi terakhir. Namun, dalam sepekan, Brent tetap mencatatkan penurunan lebih dari 1% karena kekhawatiran dampak tarif terhadap ekonomi global.
Analis PVM, John Evans, mengatakan bahwa perang dagang AS-China kini menjadi faktor utama yang menggerakkan harga minyak, mengalahkan isu-isu lain seperti perundingan nuklir AS-Iran dan ketegangan dalam koalisi OPEC+.
Pasar makin gelisah akibat sinyal yang saling bertentangan dari Presiden AS Donald Trump dan pemerintah China tentang perkembangan upaya meredakan perang dagang.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada Minggu lalu tidak mendukung pernyataan Trump bahwa negosiasi dengan China sedang berlangsung. Sementara itu, Beijing juga membantah adanya pembicaraan apa pun.
“Pasar saat ini dipenuhi ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi dalam 24 hingga 48 jam ke depan,” kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group. “Apakah kita akan membombardir Iran? Apakah China akan membeli lebih banyak minyak?”
Dari sisi pasokan, beberapa anggota OPEC+ diperkirakan akan mengusulkan percepatan kenaikan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut dalam pertemuan 5 Mei mendatang.
Analis BNP Paribas, Aldo Spanjer, menyebutkan dalam catatannya bahwa sentimen pasar menjadi lebih pesimis dibandingkan bulan lalu. Hal ini terutama karena langkah OPEC+ yang lebih agresif dalam meningkatkan produksi dan keraguan atas kekompakan di dalam kartel.
BNP Paribas memperkirakan harga Brent akan berada di kisaran atas US$60-an per barel pada kuartal kedua tahun ini.
Di tengah gejolak pasar, perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat di Oman masih berlangsung. Namun, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, mengatakan dirinya tetap “sangat berhati-hati” terhadap peluang keberhasilan pembicaraan tersebut.
Situasi di Iran juga diperburuk dengan ledakan dahsyat di pelabuhan terbesar mereka, Bandar Abbas. Ledakan ini dilaporkan menewaskan sedikitnya 40 orang dan melukai lebih dari 1.200 orang, menurut media pemerintah setempat.