STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia naik tajam lebih dari 3% pada penutupan perdagangan Kamis (17/4/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (18/4/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran, yang memicu kekhawatiran soal pasokan global.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent naik US$2,11 atau 3,2% menjadi US$67,96 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melonjak US$2,21 atau 3,54% ke posisi US$64,68 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Kenaikan ini menjadi yang pertama dalam tiga pekan terakhir. Secara mingguan, harga minyak mencatat penguatan sekitar 5%. Penutupan Kamis ini juga menjadi yang terakhir dalam minggu ini menjelang libur Paskah.
Analis UBS, Giovanni Staunovo, mengatakan sanksi baru dari pemerintah Amerika Serikat terhadap ekspor minyak Iran ikut memicu kekhawatiran pasar. Situasi ini makin panas setelah Kementerian Keuangan AS mengeluarkan pernyataan tegas. Pasar khawatir pasokan minyak bisa terganggu karena tekanan terhadap Iran semakin besar.
“Sanksi-sanksi ini meningkatkan kekhawatiran pasokan dan membantu menopang harga minyak,” ujar Staunovo.
Pemerintah Presiden Donald Trump mengumumkan sanksi baru pada Rabu, termasuk terhadap kilang minyak independen di China yang dikenal sebagai “teapot”. Langkah ini dilakukan di tengah negosiasi panas soal program nuklir Iran.
Selain itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga menyampaikan bahwa Irak, Kazakhstan, dan beberapa negara lain telah memberikan rencana terbaru untuk memangkas produksi. Langkah ini diambil untuk mengompensasi produksi mereka yang sebelumnya melebihi kuota.
Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menjelaskan lonjakan harga ini terjadi karena beberapa faktor.
“Kenaikan ini didorong oleh aksi beli kembali setelah harga turun, pelemahan dolar AS yang membuat minyak lebih murah, serta tekanan dari AS terhadap Iran,” kata Sycamore.
Meski begitu, ia juga memperingatkan bahwa prospek permintaan masih kurang menggembirakan.
“Kalau kita berasumsi pertumbuhan ekonomi AS akan datar dalam dua kuartal ke depan, dan PDB China melambat ke kisaran 3%-4%, itu bukan kabar baik bagi harga minyak,” jelasnya.
Di sisi lain, data dari Energy Information Administration menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS naik pekan lalu, sementara stok bensin dan distilat justru turun.
Meski begitu, OPEC, Badan Energi Internasional (IEA), dan beberapa bank besar seperti Goldman Sachs dan JPMorgan baru-baru ini menurunkan proyeksi harga dan permintaan minyak. Penurunan ini terjadi dalam beberapa hari terakhir. Mereka menilai, ketidakpastian global menjadi penyebab utamanya. Perang dagang dan aksi saling balas tarif antar negara disebut ikut memicu kondisi ini.