STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak mentah dunia kembali ditutup melemah pada akhir perdagangan Rabu (6/8/2025) waktu setempat atau Kamis pagi (7/8/2025) WIB. Pergerakan harga sempat naik-turun sebelum akhirnya melemah di akhir perdagangan.
Penurunan ini terjadi karena investor memilih bersikap hati-hati. Hal ini dipicu oleh pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, yang belum memberikan kejelasan soal rencana sanksi baru terhadap Rusia. Ketidakpastian ini membuat pasar cenderung wait and see.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent turun 40 sen atau 0,59% menjadi US$67,24 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 51 sen atau 0,78% ke posisi US$64,65 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Penurunan ini memperpanjang tren negatif selama lima hari beruntun. Brent tercatat mendekati penutupan terendah sejak 1 Juli, sementara WTI menyentuh level terendah sejak 24 Juni.
“Kami akan memberikan keterangan lebih lanjut nanti hari ini,” kata Rubio ketika ditanya soal waktu pengumuman sanksi. Ia menambahkan, “Mungkin positif, mungkin tidak.”
Pernyataan Rubio muncul di tengah tenggat waktu yang ditetapkan Presiden Donald Trump. Trump memberi batas waktu hingga Jumat bagi Rusia untuk menyetujui perdamaian di Ukraina. Jika tidak, sanksi baru akan segera diberlakukan.
Rusia, produsen minyak terbesar kedua dunia setelah AS, mengatakan utusan AS, Steve Witkoff, telah melakukan pembicaraan yang “berguna dan konstruktif” dengan Presiden Vladimir Putin. Pertemuan itu dilakukan dua hari sebelum tenggat waktu dari Trump.
Sebelumnya, harga minyak sempat menguat di awal perdagangan. Penyebabnya adalah kekhawatiran pasokan dan permintaan setelah Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif tambahan 25% untuk barang impor dari India. AS menuduh India secara langsung atau tidak langsung membeli minyak Rusia.
India dan China merupakan dua pembeli terbesar minyak Rusia.
Kenaikan harga juga sempat didorong oleh data penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan. Badan Informasi Energi AS (EIA) mencatat penarikan sebesar 3 juta barel dalam sepekan yang berakhir 1 Agustus.
Angka itu jauh lebih besar dibanding perkiraan analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan hanya 600 ribu barel. Meski begitu, data itu masih lebih kecil dibanding angka 4,2 juta barel yang dilaporkan American Petroleum Institute.
Namun, pasar tetap ragu untuk bereaksi terlalu jauh karena masih menunggu kejelasan implementasi tarif maupun sanksi.
“Harga sempat naik karena potensi tarif baru terhadap India, tapi pasar menunggu implementasi resminya serta bagian mana dari pasar yang akan terdampak,” kata Janiv Shah, analis dari Rystad Energy.
Shah juga menambahkan, rencana peningkatan pasokan dari kelompok OPEC+, yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya seperti Rusia, bisa menyeimbangkan kemungkinan penurunan pasokan dari Rusia.
Sementara itu, hubungan India dan China juga menjadi sorotan. Perdana Menteri India, Narendra Modi, dijadwalkan mengunjungi China untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun. Langkah ini dinilai sebagai upaya meredakan ketegangan diplomatik dengan Beijing di tengah memanasnya hubungan dengan Washington.