STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia melonjak tajam lebih dari 4% pada penutupan perdagangan Selasa (17/6/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (18/6/2025) WIB. Lonjakan ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan ancaman terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik US$3,22 atau 4,4% ke posisi US$76,45 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik US$3,07 atau 4,28% menjadi US$74,84 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Kenaikan harga bahkan terus berlanjut setelah penutupan perdagangan. Baik minyak mentah AS maupun Brent tercatat naik hampir 5%.
Trump memicu ketegangan pasar dengan menyebut Khamenei sebagai “target yang mudah” dan mendesak Iran untuk menyerah tanpa syarat. Pernyataan itu disampaikan melalui platform media sosial miliknya, Truth Social.
“Kami tahu persis di mana ‘Pemimpin Tertinggi’ itu bersembunyi,” tulis Trump. “Dia adalah target yang mudah, tapi aman di sana – Kami tidak akan menghabisinya (membunuh!), setidaknya untuk saat ini. Tapi kami tidak ingin rudal ditembakkan ke warga sipil atau tentara Amerika. Kesabaran kami mulai habis.”
Trump juga menggelar pertemuan dengan tim keamanan nasionalnya di Gedung Putih. Pada saat yang sama, Pentagon memindahkan sejumlah aset militer ke Timur Tengah untuk memperkuat posisi pertahanan AS.
Kenaikan harga minyak ini membalikkan penurunan sehari sebelumnya. Pada Senin, harga minyak sempat turun karena muncul harapan akan gencatan senjata antara Iran dan Israel. Namun harapan itu memudar setelah konflik memasuki hari kelima dan Trump mengambil sikap lebih keras.
Trump bahkan meninggalkan KTT G7 di Kanada lebih awal untuk fokus pada krisis di Timur Tengah. Dalam unggahan lainnya, ia juga menyerukan agar semua orang segera mengungsi dari Teheran.
“IRAN TIDAK BOLEH PUNYA SENJATA NUKLIR,” tegas Trump dalam unggahan Senin malam. “Saya sudah berkali-kali mengatakannya! Semua orang harus segera keluar dari Teheran!”
Saat ditanya awak media di Air Force One, Trump mengatakan ingin “akhir yang nyata” dari konflik, bukan sekadar kesepakatan gencatan senjata. “Saya tidak dalam suasana hati untuk bernegosiasi,” ujarnya.
Meski konflik makin memanas, pasar minyak global tetap relatif tenang. Sejak Israel memulai serangan udara terhadap fasilitas nuklir dan rudal Iran, harga minyak hanya naik sekitar 10%.
Menurut Amos Hochstein, mantan penasihat energi senior Presiden Joe Biden, pasar merasa cukup tenang karena pasokan minyak dunia masih melimpah. OPEC+ disebut terus meningkatkan produksi, dan output minyak AS berada di level tertinggi sepanjang masa.
“Yang dilihat pasar saat ini adalah keyakinan bahwa Israel bisa terus mengeskalasi konflik tanpa Iran mampu memberikan balasan berarti,” kata Hochstein kepada CNBC.
Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC dengan ekspor sekitar 1,6 juta barel per hari, sebagian besar ke China. Namun pasar tampaknya belum mengkhawatirkan potensi serangan Israel ke fasilitas ekspor Iran.
Menurut Hochstein, risiko terbesar bagi pasar minyak adalah jika Iran mencoba menutup Selat Hormuz. Jalur ini sangat penting karena sekitar 20% pasokan minyak dunia melewatinya.
Goldman Sachs memperingatkan, jika hal itu terjadi, harga minyak bisa melonjak di atas US$100 per barel. Namun Hochstein menilai Teheran kemungkinan besar akan berpikir dua kali sebelum mengambil langkah itu karena bisa memicu keterlibatan langsung AS dalam konflik.