STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia naik 1% pada penutupan perdagangan Senin (24/3/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (25/3/2025) WIB. Lonjakan harga ini terjadi usai Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana mengenakan tarif 25% bagi negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent naik 84 sen atau 1,2% menjadi US$73 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI menguat 83 sen atau 1,2% ke level US$69,11 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Meski demikian, kenaikan harga minyak tertahan karena AS memberikan perpanjangan waktu bagi Chevron hingga 27 Mei untuk menghentikan operasi minyaknya di Venezuela. Sebelumnya, Trump memberi tenggat 30 hari sejak 4 Maret bagi Chevron untuk menghentikan lisensinya.
Langkah ini memberi sedikit kelonggaran bagi Chevron, tetapi meningkatkan tekanan bagi negara lain yang masih membeli minyak dari Venezuela. Hingga kini, belum jelas bagaimana pemerintah AS akan menegakkan tarif tersebut.
Di sisi lain, rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak pada Mei juga menekan harga. Sumber menyebut bahwa kelompok produsen minyak ini tetap berpegang pada rencana kenaikan output meskipun ada pembicaraan mengenai potensi peningkatan pasokan minyak Rusia ke pasar global jika perang di Ukraina mereda.
“Kita melihat ada guncangan pasokan karena berkurangnya minyak Venezuela di pasar global. Ini jelas menjadi faktor yang mendorong harga naik,” kata Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior di BOK Financial. Ia juga menambahkan bahwa investor kini memantau ketat kemungkinan pembatasan lebih lanjut terhadap Iran.
AS baru-baru ini memberlakukan sanksi baru yang menargetkan ekspor minyak Iran. Sanksi ini termasuk tindakan pertama AS terhadap kilang independen di China yang mengolah minyak mentah dari Iran.
Sementara itu, OPEC+ diperkirakan akan tetap menaikkan produksi minyak sebesar 135.000 barel per hari pada Mei. Kelompok ini, yang mencakup OPEC dan produsen lain yang dipimpin Rusia, saat ini mengendalikan lebih dari 40% pasokan minyak dunia.
Sejak 2022, OPEC+ telah memangkas produksi sebesar 5,85 juta barel per hari atau sekitar 5,7% dari total pasokan global dalam beberapa tahap guna menjaga stabilitas harga minyak.
Pasar minyak juga mencermati pergerakan di Wall Street, yang mengalami kenaikan setelah Trump mengisyaratkan adanya fleksibilitas dalam kebijakan tarifnya. Selain itu, ia juga mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.
Namun, kekhawatiran akan potensi kembalinya minyak Rusia ke pasar global menjadi faktor yang menekan harga. “Ketakutan akan lebih banyak pasokan minyak Rusia kembali ke pasar global adalah salah satu faktor negatif terbesar saat ini,” tambah Kissler.
Saat ini, pejabat AS dan Rusia berada di Arab Saudi untuk membahas kemungkinan gencatan senjata di Ukraina. Washington juga mendorong kesepakatan maritim di Laut Hitam sebagai bagian dari negosiasi yang lebih luas.