STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia melonjak sekitar 3% pada penutupan perdagangan Selasa (13/5/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (14/7/2025) WIB. Kenaikan ini dipicu oleh pemangkasan tarif sementara antara Amerika Serikat dan China serta laporan inflasi yang lebih baik dari perkiraan
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent naik US$1,67 atau 2,57% menjadi US$66,63 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat US$1,72 atau 2,78% dan berakhir di US$63,67 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Penguatan harga ini melanjutkan kenaikan lebih dari 4% pada sesi sebelumnya setelah Washington dan Beijing sepakat menurunkan tarif selama 90 hari. Kesepakatan itu juga turut mendorong bursa saham Wall Street dan nilai tukar dolar AS.
“Kita kemarin belum sempat ikut rally seperti pasar lain karena efek kesepakatan China. Jadi hari ini kita mengejar ketinggalan,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital LLC. Ia menambahkan, “Data pagi ini memberi ruang bagi The Fed untuk mulai mengambil langkah.”
Departemen Tenaga Kerja AS merilis data bahwa inflasi pada April berada di angka 2,3%. Ini merupakan laju inflasi tahunan terendah dalam empat tahun terakhir. Angka ini membuat beberapa lembaga keuangan seperti JP Morgan Chase dan Barclays memangkas proyeksi resesi di AS dalam waktu dekat.
Rendahnya inflasi memberi harapan bahwa Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Hal ini mendorong keyakinan bahwa konsumsi masyarakat akan tetap kuat karena biaya pinjaman tidak bertambah.
Namun, prospek suplai juga ikut diperhitungkan. OPEC dan sekutunya, yang tergabung dalam OPEC+, berencana menambah ekspor minyak pada Mei dan Juni. Langkah ini bisa membatasi potensi kenaikan harga minyak lebih lanjut.
Produksi minyak oleh OPEC sejak April tercatat lebih tinggi dari perkiraan. Untuk Mei, output diperkirakan bertambah 411.000 barel per hari.
Di sisi lain, pasokan minyak mentah Arab Saudi ke China diperkirakan tetap stabil pada Juni. Ini terjadi setelah pasokan ke Negeri Tirai Bambu mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu tahun pada bulan sebelumnya. Arab Saudi merupakan pemasok minyak mentah terbesar kedua ke China setelah Rusia.
Meski ada kekhawatiran terhadap permintaan minyak mentah, permintaan terhadap bahan bakar olahan seperti bensin dan solar masih terlihat kuat.
“Meski prospek permintaan minyak mentah menurun, sinyal positif dari pasar bahan bakar tidak bisa diabaikan,” tulis analis JP Morgan dalam catatan mereka.
JP Morgan juga menyebut bahwa meskipun harga minyak internasional sudah turun 22% sejak puncaknya pada 15 Januari, harga produk olahan dan margin kilang tetap stabil.
Penurunan kapasitas kilang di AS dan Eropa membuat pasokan bensin dan solar menjadi ketat. Kondisi ini memaksa peningkatan impor dan meningkatkan risiko lonjakan harga saat terjadi perawatan berkala atau gangguan tak terduga di kilang.