STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melaju kencang dalam dua bulan terakhir. Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer, memaparkan tren ini dalam Mandiri Economic Outlook Q3 2025 di Jakarta, Kamis (28/8).
Adrian mengatakan IHSG berhasil menyalip kinerja pasar obligasi. “Kalau kita lihat dari sisi kinerjanya, di dua bulan terakhir memang IHSG ini cukup strong. Secara year to date saat ini sudah berada di level 12% return-nya,” ujarnya.
Sebelumnya IHSG tertinggal jauh dari obligasi. Bond index sempat tumbuh sekitar 8% tahun ini, sementara IHSG masih lemah di semester pertama. Perubahan sentimen mulai terasa sejak Juni.
Adrian menilai investor kini lebih optimistis melihat prospek enam hingga dua belas bulan ke depan. Kebijakan fiskal dan moneter yang semakin longgar ikut membuka peluang pertumbuhan.
“Year to date sudah ada rate cut sekitar 100 basis point, dan kalau kita lihat di SRBI pun secara rates-nya sudah turun lebih dari 200 basis point. Auction size juga turun. Likuiditas ini menjadi chasing ke asset class yang bisa memberikan imbal hasil lebih baik,” jelas Adrian.
Ia menambahkan pasar saham jadi tujuan baru karena valuasinya masih menarik. Momentum semakin kuat dengan ekspektasi masuknya saham-saham Indonesia ke dalam indeks global MSCI pada Agustus. “Itu menyebabkan ada potensi inflow yang memang sudah terjadi, rebalancing-nya di minggu lalu,” katanya.
Aliran dana asing juga mulai berubah arah. Pada awal tahun hingga Juli tercatat outflow besar sekitar Rp7 triliun sampai Rp10 triliun per bulan. Namun pada Agustus, hingga tanggal 25, sudah terjadi inflow sekitar Rp8 triliun. “Index rebalancing juga cukup membantu untuk foreign flows ini,” ujarnya.
Fenomena serupa terjadi di negara emerging market lain seperti Thailand. Adrian menjelaskan kondisi ini sejalan dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga global pada September serta pelemahan dolar AS. Likuiditas global yang lebih longgar mendorong dana masuk ke pasar saham.
Ia juga menyoroti posisi investor institusi yang masih rendah. “Untuk institutional investor asing di IDX30, di bulan Juli 2025 berada di level sekitar 36,4%. Ini titik terendah dibanding tahun-tahun sebelumnya yang biasanya di kisaran 39-40%,” jelasnya.
Hal serupa terlihat di institusi domestik. “Di IDX30 saat ini berada di level 9,1% di bulan Juli. Ini titik terendah sejak Oktober 2024,” ujar Adrian.
Kondisi ini memberi ruang tambahan bagi IHSG untuk naik lebih tinggi. Meski IHSG sudah menembus level 8.000, Adrian melihat peluang penguatan masih terbuka.
“Flows dari institusi sebenarnya belum terlalu strong meskipun IDX sudah rally signifikan. Cash balance domestic fund juga masih cukup tinggi, jadi room untuk mendeploy back cashnya masih ada,” ungkapnya.
Ia menegaskan tren positif IHSG belum selesai. Menurutnya, investor masih melihat peluang pertumbuhan dengan dukungan kebijakan moneter longgar, potensi inflows asing, dan ruang kepemilikan institusi yang masih rendah.
