STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terus memperkuat efisiensi dan transformasi bisnis untuk memperbaiki kinerja keuangan. Sepanjang kuartal I 2025, emiten farmasi pelat merah ini berhasil menekan beban pokok penjualan (COGS) dan beban usaha.
COGS turun 2% menjadi Rp1,43 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,71 triliun. Beban usaha juga berhasil ditekan 11% dari Rp855,40 miliar menjadi Rp763,26 miliar. Hasilnya, kerugian Kimia Farma menyusut 11% menjadi Rp126,44 miliar dari sebelumnya Rp141,84 miliar pada kuartal I 2024.
Langkah efisiensi sudah dimulai sejak 2024. Kimia Farma mencatat penurunan COGS sebesar 1% dan beban usaha sebesar 15,68% secara tahunan.
Selain efisiensi, Kimia Farma juga aktif berinovasi. Salah satunya lewat kerja sama dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk mengembangkan terapi sel punca (stem cell). Teknologi ini digunakan dalam pengobatan ortopedi, saraf kejepit, hingga urologi. Fasilitas produksi stem cell milik Kimia Farma juga telah mengantongi sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari BPOM sejak 2024.
Kimia Farma juga meluncurkan inovasi produk anestesi berupa injeksi Fentakaf, yang bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap obat impor. Produk ini menjadi bukti kontribusi perseroan dalam mendorong kemandirian kesehatan nasional.
Direktur Utama Kimia Farma, Djagad Prakasa Dwialam menyatakan, Langkah efisiensi dan inovasi yang terus dilakukan perusahaan merupakan antisipasi terhadap berbagai tantangan eksternal dan internal yang dihadapi oleh industri farmasi.
“Kimia Farma berkomitmen untuk terus berinovasi memberikan produk dan layanan kesehatan yang terbaik dalam rangka mendukung kesehatan masyarakat. Kimia Farma juga berperan aktif dalam membantu kemandirian kesehatan nasional,” Djagad usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Public Expose, Rabu (30/7/2025)
Selain efisiensi dan inovasi, Kimia Farma juga fokus memperkuat fondasi bisnis, termasuk segmen manufaktur, distribusi, ritel farmasi, dan layanan kesehatan. Perseroan optimistis sektor farmasi nasional masih punya peluang besar untuk tumbuh.
Pasar obat generik nasional disebut tumbuh signifikan pada 2024. Kontribusi sektor kesehatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan belanja kesehatan per kapita juga diprediksi terus naik.
Meski begitu, industri farmasi menghadapi tantangan berupa persaingan yang semakin ketat. Untuk bisa bertahan dan bersaing dari sisi harga serta kualitas, perusahaan harus beroperasi lebih efisien.
Menjawab tantangan itu, Kimia Farma melakukan transformasi menyeluruh di seluruh lini bisnis. Transformasi ini mencakup enam pilar utama: ketahanan modal kerja, penguatan kompetensi SDM, digitalisasi proses bisnis, efisiensi operasional, penguatan tata kelola (GCG), dan sinergi antar entitas dalam grup.
Transformasi ini disebut sebagai bentuk kesiapan Kimia Farma untuk menjadi perusahaan yang lebih adaptif, lincah, dan kompetitif di tengah dinamika industri yang terus berubah. Langkah ini juga menjadi upaya menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan bagi perusahaan dan masyarakat.
