STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Donald Trump resmi dilantik sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025) waktu setempat, di US Capitol, Washington D.C. Pelantikan ini segera membawa dampak besar ke seluruh dunia.
Dalam periode kedua kepemimpinannya, Trump kembali mengusung kebijakan “America First” yang menekankan prioritas pada kepentingan nasional Amerika Serikat. Pendekatan ini cenderung mengabaikan nilai-nilai globalisasi dan multilateralisme yang sebelumnya menjadi pilar utama kebijakan luar negeri negara tersebut.
Fenomena Trump 2.0 kembali menjadi sorotan global, termasuk di Indonesia. Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Eka Fitria, menyebut situasi ini sebagai “uncertainty yang familiar.” Menurutnya, kebijakan Trump sebelumnya yang sering berubah-ubah sudah memberikan dampak besar. Kendati begitu, investor global tetap memperhatikan langkah-langkahnya, seperti penundaan tarif baru-baru ini yang memicu rally pasar.
Eka menilai, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan dampak kebijakan restriktif Amerika Serikat terhadap negara seperti China, Meksiko, dan Kanada. “Indonesia harusnya memiliki peluang untuk meraih spillover dari bisnis-bisnis yang di-restriksi tersebut,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (21/1/2025). Namun, ia juga mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia sangat bergantung pada kondisi di AS. “Kebijakan pemerintah Amerika yang memengaruhi pergerakan ekonomi di sana turut berdampak besar terhadap kita,” tambahnya.
Dalam era ini, investor cenderung memilih langkah “risk avoidance” atau menghindari risiko, terutama karena ekonomi AS masih sangat kuat. Namun, Eka optimistis Indonesia dapat menarik minat investor jangka panjang dengan terus meningkatkan daya saing dan memperbaiki fundamental ekonomi. Mandiri Investment Forum (MIF) pun menjadi salah satu sarana penting untuk menyosialisasikan potensi ekonomi Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor.
Direktur Capital Market Mandiri Sekuritas, Silva Halim, turut menambahkan perspektifnya dari sisi investor portofolio. “Kebijakan Presiden Trump dapat memberikan tekanan pada pasar keuangan global dan menyebabkan volatilitas. Namun, valuasi saham Indonesia yang menarik, ditambah dividend yield yang tinggi, masih menjadi daya tarik utama bagi investor,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa fundamental ekonomi Indonesia yang baik tetap mampu menarik minat investasi meskipun volatilitas pasar meningkat.
Silva optimistis, jika program pemerintah mulai berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan laba bersih perusahaan, imbal hasil investasi di Indonesia akan semakin menarik. “Meskipun era Trump 2.0 bisa memicu volatilitas lebih besar, minat investor terhadap Indonesia tetap tinggi,” tutupnya.
Era Trump 2.0 memang membawa tantangan dan peluang bagi investasi di Indonesia. Dengan langkah yang tepat, Indonesia berpeluang besar untuk tetap kompetitif dan menarik minat investor global.