STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia jeblok pada akhir perdagangan Selasa (8/4/2025) waktu setempat atau Rabu pagi (9/4/2025) WIB. Harga minyak Amerika Serikat (AS) ditutup di bawah US$60 per barel untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent melemah US$1,39 atau 2,16% menjadi US$62,82 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI turun US$1,12 atau 1,85%, mencapai US$59,58 per barel, di New York Mercantile Exchange. Ini adalah level terendah sejak April 2021.
Padahal, harga minyak sempat naik 1,7% di awal sesi. Tapi sentimen negatif langsung muncul lagi begitu kabar soal tarif tambahan terhadap China makin santer terdengar.
Sejak Rabu lalu, harga minyak sudah turun lebih dari 15%. Itu terjadi setelah Trump mengumumkan babak baru kebijakan tarif impor.
Pasar energi kini dihantui dua hal besar: kekhawatiran resesi akibat perang dagang dan keputusan OPEC+ untuk menambah pasokan minyak ke pasar.
“Pasar minyak sedang menghadapi kombinasi beracun. Di satu sisi ada kekhawatiran resesi karena tarif Trump, dan di sisi lain OPEC+ malah menambah suplai,” kata Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets kepada CNBC.
Helima bilang, pasar saat ini menunggu apakah ada jalan keluar dari konflik dagang ini. “Untuk sekarang, orang-orang masih menunggu apakah ada potensi kompromi dalam konflik ini,” ujarnya.
Gedung Putih menyatakan tarif AS atas produk China akan melonjak ke 104% mulai Rabu pukul 12:01 pagi waktu ET. Tapi sampai sekarang, China belum menunjukkan tanda-tanda mundur.
Beijing bahkan menyatakan siap bertarung sampai akhir. Pemerintah China menyebut bakal melakukan perlawanan penuh terhadap tekanan dari AS.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, justru menilai China sedang mengambil langkah yang keliru.
“Saya pikir ini kesalahan besar, karena mereka bermain dengan kartu yang buruk,” kata Bessent dalam wawancara di CNBC.
Menurutnya, AS tidak akan terlalu rugi jika China membalas tarif. “Ekspor kita ke China cuma seperlima dari ekspor mereka ke kita. Jadi jelas mereka ada di posisi yang kalah,” tegas Bessent.
Pasar keuangan kini terus mencermati setiap perkembangan. Ketegangan yang belum mereda membuat investor masih waspada.
Jika konflik tarif ini tak segera mereda, harga minyak dunia bisa makin jatuh. Dan dampaknya, bukan cuma ke energi, tapi ke seluruh perekonomian global