STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga meskipun dinamika ekonomi global dan domestik terus berubah. Hal ini disampaikan oleh Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) Desember 2024, di Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Menurut Mahendra, perekonomian global saat ini menunjukkan pemulihan yang terbatas. Data terbaru dari berbagai negara mayoritas masih di bawah ekspektasi. Sementara itu, inflasi global masih cukup persisten, mendorong bank sentral dunia untuk mengambil sikap yang lebih netral ke depan.
“Mayoritas bank sentral telah menurunkan suku bunga kebijakan dalam dua bulan terakhir ini. Di Amerika Serikat, perekonomian dan data ketenaga kerjaan tumbuh solid dengan inflasi yang masih cenderung sticky,” ujar Mahendra.
Dia menambahkan, Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024. Namun, bank sentral AS ini memberikan sinyal kebijakan “high for longer.” Pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) pada 2025 diperkirakan hanya sebesar 50 basis poin. Sebelumnya, penurunan yang direncanakan adalah 75 basis poin, sesuai ekspektasi pasar yang berkisar antara 75 hingga 100 basis poin.
Pasar keuangan, lanjut Mahendra, terus mencermati kebijakan Presiden terpilih Donald Trump. Langkah-langkah yang diambilnya dinilai memicu kenaikan volatilitas di pasar.
Di Tiongkok, tanda-tanda pemulihan dari sisi suplai mulai terlihat. Tapi, sisi demand masih belum menunjukkan perbaikan. Indeks Harga Konsumen (CPI) terus menunjukkan disinflasi, sementara ekspor mengalami kontraksi. Meski begitu, PMI Manufaktur Tiongkok tercatat berada di zona ekspansi.
Sementara itu, kondisi perekonomian domestik tetap stabil. Inflasi utama atau headline CPI Indonesia tercatat di level 1,55% secara year-on-year (YoY), dengan inflasi inti mencapai 2,26%. Surplus neraca perdagangan terus berlanjut, dan PMI Manufaktur menunjukkan perbaikan yang signifikan. Surplus neraca perdagangan juga terus berlanjut dan PMI Manufaktur terus membaik.
“Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, maka OJK yang terus mencermati perkembangan terkini, meminta lembaga jasa keuangan agar terus memonitor faktor-faktor risiko tersebut secara berkala dalam rangka mengukur kemampuan OJK untuk menyerap potensi risiko yang terjadi,” terang Mahendra.
Mahendra mengemukakan, untuk mendorong integritas dan meminimalkan risiko kerugian di industri jasa keuangan, terutama akibat kasus fraud, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 28 Tahun 2024. Aturan ini mengatur pengelolaan informasi melalui Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (Si Pelaku). POJK tersebut mencakup pemanfaatan data, tata kelola Si Pelaku, serta memuat rekam jejak pelaku fraud di sektor jasa keuangan.
Selain itu, OJK juga telah merancang Integrated Reporting Architecture. Inisiatif ini bertujuan menyederhanakan proses pelaporan, meningkatkan transparansi, dan memperkuat kepatuhan regulasi. “OJK turut menyusun arsitektur pengawasan terintegrasi 2025–2028 untuk memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan secara menyeluruh, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang P2SK,” tandas Mahendra.