STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet pada Senin (8/9). Lima menteri diganti, dan satu kementerian baru dibentuk. Perubahan paling mencolok terjadi pada posisi Menteri Keuangan. Sri Mulyani Indrawati digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2020–2025. Purbaya dikenal sebagai ekonom berpengalaman di sektor publik, termasuk menjabat Deputi Menko Perekonomian pada 2016–2020.
Pasar keuangan sempat tertekan pada hari reshuffle. IHSG turun -1,28% ke 7.767, sementara rupiah melemah -1,07% di pasar NDF menjadi Rp16.585 per dolar AS. Yield SBN 10 tahun juga naik dari 6,28% awal September menjadi 6,45% pada Selasa (9/9). Tekanan berlanjut keesokan harinya, dengan IHSG kembali turun -1,78%.
Sebelumnya, dalam Investment Forum Mei 2025, Purbaya menyampaikan proyeksi jangka panjang IHSG berpotensi mencapai 36.000 pada 2035. Optimisme ini seiring prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menembus 8% dalam jangka panjang. Pasar menilai pernyataan ini ambisius dan berfungsi sebagai sinyal awal untuk menjaga kepercayaan investor setelah reaksi negatif. Imbal hasil tersebut setara return tahunan sekitar 16,6% dari level IHSG saat ini, jauh di atas rata-rata historis 10 tahun terakhir sebesar 6,1%.
Sentimen mulai membaik setelah Purbaya menegaskan komitmen menjaga defisit APBN di bawah 3% terhadap PDB, tidak memberlakukan pajak baru, dan merencanakan penempatan sekitar Rp200 triliun dana pemerintah yang tersimpan di Bank Indonesia ke sistem perbankan. Langkah ini berpotensi memperkuat likuiditas, menurunkan biaya dana, dan mendorong penyaluran kredit produktif.
Pasar merespons positif. IHSG menguat +0,92% pada Rabu (11/9), terutama didorong sektor finansial. Pernyataan Purbaya dianggap memberi sinyal keberlanjutan disiplin fiskal, meski investor global tetap menunggu realisasi kebijakan, terutama terkait pengelolaan belanja negara dan dampaknya terhadap stabilitas makro.
Menurut Stefanus Dennis Winarto, Chief Investment Officer PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur), volatilitas jangka pendek wajar terjadi saat transisi kabinet. Investor masih mencermati arah kebijakan fiskal. “Reshuffle ini menjadi fase penting bagi kredibilitas fiskal Indonesia. Komitmen menjaga defisit di bawah 3% memberi sinyal positif jangka pendek, sementara proyeksi ambisius untuk pertumbuhan 8% akan sangat bergantung pada efektivitas pelaksanaan kebijakan di lapangan,” jelas Stefanus.
Ia menambahkan, kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke perbankan perlu dicermati lebih lanjut. “Langkah ini berpotensi memperkuat likuiditas, tetapi efektivitasnya tetap bergantung pada seberapa besar bank bersedia menyalurkan kredit produktif. Jika diarahkan secara berlebihan atau tidak selektif, risiko kualitas aset perbankan bisa meningkat dan menekan kinerja sektor keuangan, sementara dampaknya terhadap PDB akan tetap terbatas,” ujar Stefanus.
Instrumen Defensif Jadi Andalan di Tengah Fluktuasi Pasar
Di tengah ketidakpastian pasar, pemilihan instrumen investasi yang selektif semakin penting. Stefanus menekankan investor perlu menempatkan sebagian portofolio pada instrumen yang lebih defensif. “Pasar saham berpotensi bergerak fluktuatif selama masa transisi kebijakan,” ujarnya.
Kenaikan yield SBN 10 tahun ke kisaran 6,4% juga menjadi sinyal kehati-hatian bagi pelaku pasar. Stefanus menilai level ini menunjukkan investor global masih mengevaluasi arah kebijakan fiskal baru di bawah Purbaya. “Yield yang sudah bergerak naik adalah warning sign bahwa pasar masih menunggu kejelasan arah kebijakan fiskal dan moneter Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, belum tepat untuk investor membuat keputusan investasi yang terlalu agresif. Instrumen seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran dengan eksposur besar ke obligasi menjadi pilihan yang tepat untuk menjaga stabilitas portofolio,” jelasnya.
Dinamika ini menegaskan reshuffle kabinet bukan sekadar pergantian personal. Langkah ini juga menjadi tantangan bagi konsistensi pemerintah dalam menjaga disiplin fiskal dan kepercayaan pasar. Selama arah kebijakan fiskal dan strategi pembiayaan tetap terjaga, peluang pemulihan pasar dan aliran modal asing masih terbuka ke depan.
