STOCKWATCH.ID (JAKARTA) –Kondisi pasar modal dan ekonomi global pada semester II/2025 dinilai masih akan penuh tantangan. Hal ini disampaikan Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto.
Menurut Rully, faktor utama yang menjadi sorotan adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat yang mulai diberlakukan pada paruh kedua tahun ini.
“Data dan peristiwa yang terjadi saat ini cukup beragam karena meski ada sentimen negatif dari tarif dagang AS, beberapa sentimen positif muncul dan membuatnya seimbang,” ujar Rully saat kegiatan CSR bersama media dan masyarakat di Danau Situ Gede, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Sentimen positif yang dimaksud antara lain revisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global, pelemahan dolar AS yang membuat rupiah menguat, serta terbukanya ruang untuk pemangkasan suku bunga acuan.
Rully memprediksi Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga sebesar 0,25%. Kondisi ini dinilai akan menguntungkan sektor emas dan perbankan. Pasalnya, pemangkasan suku bunga acuan biasanya diikuti penurunan suku bunga perbankan.
Dengan sentimen yang seimbang tersebut, Rully memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan ditutup di level 6.900 pada akhir 2025.
Selain itu, instrumen obligasi juga diprediksi akan mendapat keuntungan dari penurunan suku bunga. Yield yang lebih rendah akan mendorong kenaikan harga surat utang.
Lembaga Moneter Internasional (IMF) telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,1% untuk 2025 dan 2026. Sebelumnya, proyeksi pertumbuhan masing-masing berada di angka 2,8% dan 3%.
Revisi tersebut terjadi akibat penundaan penerapan tarif perdagangan luar negeri AS. Hal ini mendorong negara-negara di dunia untuk mempercepat aktivitas ekspor-impornya.
Rully menambahkan, Indonesia termasuk salah satu negara dengan surplus perdagangan cukup tinggi. Pada Mei 2025, surplus tercatat sebesar US$4,3 miliar. Sementara pada Juni 2025, angkanya mencapai US$4,1 miliar.
Meski demikian, dia menilai ketika kebijakan tarif AS mulai berlaku, perdagangan global akan terdampak signifikan, termasuk Indonesia.