Rabu, Agustus 20, 2025
33.7 C
Jakarta

Prediksi Saham 2025 Trimegah Sekuritas, Sektor Mana yang Bakal Cuan Gede?

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bagaimana prospek saham di 2025? Billy Budiman, Head of Equity Retail PT Trimegah Sekuritas Tbk (TRIM), berbagi pandangannya. Menurutnya, sektor coal dan consumer memiliki potensi besar, meskipun menghadapi beberapa tantangan yang perlu diperhatikan.

Billy menjelaskan, sektor coal saat ini sudah mendapat valuasi yang cukup baik. Namun, ada isu besar yang dapat memengaruhi prospek sektor ini, yakni rencana pemerintah untuk menurunkan royalti batubara.

“Jika royalti batubara benar-benar diturunkan, emiten seperti BUMI, AADI, dan INDY bisa sangat diuntungkan. Isu ini sudah beredar dalam dua bulan terakhir. Kalau kebijakan ini terealisasi, dampaknya pasti positif,” kata Billy, ditemui usai jadi pembicara di acara “Roadmap Cuan 2025, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, sektor consumer menghadapi tantangan dari rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang meningkat dari 11% menjadi 12%. Menurut Billy, meski kenaikan ini hanya 1%, dampaknya bisa sangat besar, terutama bagi segmen konsumen menengah ke bawah.

“Kenaikan PPN ini bisa membuat pengusaha ragu untuk melakukan ekspansi. Jika isu ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa lebih panjang,” jelas Billy. Namun, ia tetap optimistis bahwa sektor consumer bisa kembali bangkit jika pemerintah segera menuntaskan masalah ini.

Billy juga melihat adanya peluang positif dari upaya pemerintah memberantas aktivitas judi online, yang sempat memengaruhi daya beli masyarakat. Langkah ini, menurutnya, dapat mendongkrak kembali konsumsi domestik.

Selain faktor domestik, situasi global juga berpengaruh. Billy menyebutkan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat bisa membawa stabilitas ekonomi.

“Seperti yang terjadi pada 2016, ketika Trump menang, rupiah sempat melemah dari Rp13.000 ke Rp13.800. Namun setelah dia menjabat, dolar malah stabil. Banyak pengusaha yang merasa lebih nyaman dengan Trump karena ia menawarkan stabilitas meskipun awalnya kontroversial,” tambah Billy.

Melihat ekonomi Indonesia di 2024, Billy cukup optimis. Ia percaya bahwa semua sektor saham akan bergerak positif jika ekonomi Indonesia stabil.

“Jika ekonomi stabil, semua sektor saham seharusnya bisa tumbuh. Jadi, saya cukup optimis dengan IHSG di tahun depan,” tutur Billy. 

Saham Properti dan Perbankan

Billy mengemukakan, tantangan 2025 tetap ada. Sektor properti, meski ada potensi pemulihan, menghadapi masalah suku bunga yang masih tinggi. Billy berharap, jika suku bunga turun secara bertahap, sektor properti bisa kembali menarik investor.

Billy juga mengingatkan agar sektor perbankan waspada terhadap dampak kebijakan seperti kenaikan PPN yang berpotensi mengurangi daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah. Meski demikian, Billy tetap optimis dengan prospek sektor perbankan. “Perbankan saat ini sudah cukup murah dari sisi valuasi. Jika kebijakan PPN bisa dikelola dengan baik, sektor ini berpotensi menunjukkan perbaikan,” tambahnya.

Menurut Billy, sektor perbankan berpotensi tumbuh jika ekonomi Indonesia terus berkembang. “Kalau ekonomi kita terus membaik, terutama di kalangan masyarakat kelas bawah, sektor perbankan, terutama bank mikro seperti BRI, bisa tumbuh pesat,” ujar Billy. Hal ini menunjukkan bahwa bank yang melayani segmen mikro, seperti BRI, punya peluang besar untuk berkembang, seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat.

Saham Konglomerasi

Tren saham konglomerasi juga menarik perhatian. Billy mengatakan salah satu faktor utama yang membuat pasar tetap bergerak saat ini adalah pergerakan saham-saham konglomerasi besar. “Saham-saham konglomerasi mendominasi pasar saat ini. Ini menjadi peluang menarik bagi investor,” imbuhnya.

Saham konglomerasi milik pengusaha besar seperti k Prajogo Pangestu, Anthony Salim, dan Boy Thohir kini menjadi sorotan. Walau valuasi saham mereka terbilang tinggi, ekspansi yang dilakukan menjadi daya tarik tersendiri.

“Grup konglomerasi seperti Pak Prajogo, Pak Anthony Salim, dan Pak Boy Thohir masih menarik karena perusahaan mereka tengah merencanakan ekspansi besar,” kata Billy. Ia menambahkan, ekspansi ini menjadi peluang menarik bagi para investor.

Salah satu langkah besar yang mencuri perhatian datang dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA). Perusahaan ini baru saja mengakuisisi Shell Energy and Chemicals Park (SECP) di Singapura. Billy menjelaskan akuisisi ini membuka peluang bagi TPIA untuk memperluas kapasitas produksi dan memperkuat daya saing di sektor petrokimia. “Pak Prajogo, dengan akuisisi TPIA di Singapura, tentu ingin memperkuat posisi perusahaan di sektor petrokimia,” kata Billy.

Selain itu, Billy juga mengungkapkan, ADRO, yang dimiliki Boy Thohir, berencana untuk berinvestasi besar-besaran di sektor energi terbarukan. “ADRO ingin masuk ke renewable energy, ini menjadi tren besar yang harus diikuti,” ujar Billy. Menurutnya, investasi ini membuka peluang besar di sektor energi hijau di Indonesia.

Rencana besar lainnya datang dari Aguan, yang sedang mempersiapkan pembangunan sirkuit Formula 1 dan taman hiburan di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Billy menilai bahwa proyek ini akan memberikan dampak positif bagi pasar. “Pak Aguan dengan rencananya membuat sirkuit Formula 1 di PIK 2 pasti akan membawa dampak positif,” katanya.

Meskipun saham blue chip saat ini tidak terlalu bergairah, Billy mengatakan pasar saham tetap hidup berkat kontribusi dari saham konglomerasi besar ini. “Meskipun saham blue chip tidak terlalu aktif, pasar tetap berjalan berkat konglomerasi ini,” ujarnya.

Billy juga mengingatkan para investor untuk terus memantau perkembangan ekspansi dan aksi korporasi konglomerasi besar ini. “Sektor ini tetap menarik, terutama dengan rencana-rencana ekspansi yang sedang dilakukan. Tahun depan bisa jadi tahun yang lebih cerah bagi saham-saham konglomerasi ini,” tukas Billy. 

Saham BUMN

Saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia kini semakin menarik perhatian investor. Sektor konstruksi penting untuk diperhatikan, terutama yang terkait dengan perusahaan besar seperti PTBA dan Antam. Billy menjelaskan sektor ini sangat dipengaruhi oleh harga komoditas dan kebijakan pemerintah. “Harga komoditas dan kebijakan pemerintah, seperti program biodiesel dan pembangunan infrastruktur, sangat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan konstruksi,” ujar Billy.

Secara keseluruhan, meski setiap sektor menghadapi tantangan, Billy tetap optimis bahwa saham-saham pelat merah ini akan terus berkembang. “Sektor-sektor ini masih menarik untuk diikuti, apalagi dengan adanya konsolidasi di sektor telekomunikasi dan potensi perbaikan di sektor perbankan,” imuh Billy.

Saham Telekomunikasi

Sektor telekomunikasi juga tak kalah menarik perhatian. Billy mengatakan bahwa sektor ini sedang mengalami konsolidasi melalui berbagai merger. “Yang penting, sektor telekomunikasi ini jangan sampai ada perang harga lagi. Kalau itu bisa dihindari, sektor ini akan lebih stabil,” kata Billy. Menurutnya, merger antara pemain besar seperti XL Axiata yang akan bergabung dengan Smartfren dan Indosat yang baru saja menyelesaikan merger dengan Tri diharapkan mengurangi persaingan ketat dan perang harga.

Meski merger dapat mengurangi persaingan, Billy juga mengingatkan bahwa perusahaan telekomunikasi menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah pengelolaan utang. “Perusahaan telekomunikasi sering dibebani bunga utang yang besar. Kalau mereka bisa mengelola utang dengan baik, prospek mereka bisa lebih cerah,” jelas Billy.

Artikel Terkait

Jaga Kepercayaan Masyarakat, OJK Cabut Izin Usaha BPR Disky Surya Jaya

STOCKWATCH.ID (MEDAN) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan...

RAJA Jual 10 Juta Saham RATU di Harga Rp6.000, Dapat Cuan Segini

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), pemegang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru