Rabu, Oktober 8, 2025
29.9 C
Jakarta

Amerika Protes Keras Barang Bajakan di Mangga Dua, Begini Respons Kemenperin

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Kementerian Perindustrian menanggapi serius soal barang bajakan di Mangga Dua, Jakarta, yang disorot Amerika Serikat dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers.

Laporan tersebut disusun oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Dalam dokumen itu, AS menyoroti pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI), peredaran barang bajakan, dan berbagai hambatan dagang yang masih mengganggu akses pasar perusahaan AS di Indonesia.

Sebagian besar barang bajakan yang beredar di pasar Tanah Air merupakan produk impor. Barang tersebut masuk lewat jalur resmi atau melalui e-commerce, dengan memanfaatkan gudang Pusat Logistik Berikat (PLB).

Salah satu cara untuk mencegahnya adalah mewajibkan importir memiliki sertifikat merek dari pemegang merek, baik saat impor maupun ketika produk ditampilkan di halaman e-commerce.

Kemenperin sempat mengatur hal itu lewat Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 5 Tahun 2024. Regulasi ini mengatur bahwa importir tekstil, produk tekstil, tas, dan alas kaki wajib menyertakan sertifikat merek saat mengajukan rekomendasi impor.

“Kemenperin telah menerbitkan Permenperin No. 5 Tahun 2024 yang mensyaratkan importir harus memegang sertifikat merek dari pemegang merek ketika mereka meminta Pertek (Pertimbangan Teknis) sebagai bagian pemenuhan syarat PI (Permohonan Impor) Kemendag. Tujuannya, adalah menyaring dan mencegah agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Namun, regulasi tersebut tidak disukai oleh importir yang kerap memasukkan barang bajakan. Sayangnya, kebijakan ini juga tidak mendapat dukungan penuh dari kementerian atau lembaga (K/L) lain.

Beberapa K/L justru meminta adanya relaksasi atas kebijakan tersebut. Padahal, tanpa kewajiban sertifikat merek, barang bajakan sangat mudah masuk ke pasar Indonesia.

“Sayangnya Permenperin No. 5 Tahun 2024 tersebut berumur pendek dan tidak berlaku lagi karena Permendag No. 36 Tahun 2024 sebagai dasar terbitnya regulasi tersebut tiba-tiba diubah oleh kantor K/L lain menjadi Permendag No. 8 Tahun 2024 pada bulan Mei 2024. Akibatnya, tidak ada kewajiban importir untuk menyampaikan sertifikat merek dari prinsipal ketika mereka mengajukan permohonan impor pada Kemendag dan Kemenperin. Padahal sertifikat merek yang dipegang oleh importir adalah penyaring utama agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia oleh importir terutama importir umum,” papar Febri.

Febri menilai, pengawasan dan penindakan barang bajakan di pasar tidak akan efektif. Volume barang yang masuk terlalu besar dan pasar domestik sangat luas.

Belum lagi, untuk bisa menindak, harus ada delik aduan dari pemegang merek. Masalahnya, banyak pemegang merek berada di luar negeri, sehingga sulit untuk mengajukan pengaduan.

“Bagaimana mungkin menindak barang bajakan yang sudah beredar dalam volume besar di pasar domestik yang besar ini? Apalagi kalau hal tersebut harus dengan delik aduan? Bukankah lebih baik mencegah barang bajakan masuk lewat regulasi impor atau kebijakan non tariff barrier/non tariff measure daripada mengawasinya di pasar domestik? Apalagi barang bajakan yang ada di e-commerce yang masuk melalui PLB. Siapa yang mengawasi? Kami belum pernah mendengar ada pengawasan dan penindakan barang bajakan di e-commerce atau di PLB,” ujar Febri.

Kemenperin mencontohkan praktik sukses dalam menekan barang bajakan di sektor handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT). Hal ini dilakukan bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Saat banyak ponsel selundupan beredar, Kemenperin menerapkan kebijakan pendaftaran IMEI. Setiap produsen, importir, atau distributor wajib menunjukkan sertifikat merek sebelum mengajukan IMEI.

Kebijakan ini terbukti efektif. Saat ini, peredaran smartphone ilegal atau selundupan di pasar Indonesia sudah turun drastis, bahkan nyaris tidak ada.

Aturan TKDN ICT (Information Communication and Technology)

Isu relaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT) tengah jadi pembahasan panas. Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus mengenai TKDN ICT.

Febri, menjelaskan kebijakan TKDN yang berlaku saat ini hanya mengatur produk manufaktur akhir yang dibeli menggunakan anggaran negara, baik dari APBN, APBD, BUMN, maupun BUMD. Sedangkan untuk sektor ICT, aturan khusus TKDN belum dibuat.

“Jadi, regulasi TKDN ICT belum ada, terus apanya akan dideregulasi? Bagaimana kantor K/L lain akan menderegulasi jika aturannya saja belum ada?” ujar Febri.

Ia menduga maksud dari usulan deregulasi mungkin ingin membuat kebijakan baru, mirip seperti kebijakan TKDN untuk produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT). Produk HKT yang diproduksi di dalam negeri maupun impor harus memenuhi ketentuan TKDN agar bisa dijual di pasar dalam negeri.

Selama ini, kebutuhan server untuk pusat data di dalam negeri, baik oleh pemerintah maupun swasta, umumnya dipenuhi lewat impor. Produk tersebut tidak membutuhkan aturan TKDN karena industri lokal belum mampu memproduksinya.

Sebagai informasi, relaksasi TKDN ICT diusulkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat. Tujuannya adalah mempermudah bisnis empat perusahaan asal AS di Indonesia, yaitu Apple Inc, General Electric (GE), Oracle, dan Microsoft.

Namun, menurut Febri, Kemenperin belum pernah menerima keluhan dari keempat perusahaan tersebut terkait TKDN ICT. Begitu pula dari instansi pemerintah atau BUMN, tidak ada laporan soal hambatan TKDN dalam pengadaan server.

Apple Inc, misalnya, tidak pernah mempermasalahkan kebijakan TKDN HKT. Justru, Apple yang mengusulkan skema khusus dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017 untuk memudahkan pemenuhan nilai TKDN produk mereka.

“Mereka (Apple Inc.) yang menginginkan skema 3, inovasi dan penelitian untuk mendapatkan skor TKDN hingga mencapai threshold. Makanya kami fasilitasi permintaan Apple Inc tersebut menjadi beberapa pasal khusus pada Permenperin No. 29 Tahun 2017. Dan, mereka meyakinkan kami bahwa mereka belum mampu membangun fasilitas produksi smartphone dalam kurun waktu 3 tahun di Indonesia. Inilah salah satu bentuk fleksibilitas kebijakan TKDN,” jelas Febri.

Kemenperin menegaskan bahwa mereka mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait evaluasi TKDN. Evaluasi ini bahkan sudah dimulai sejak Januari 2025, sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokalnya.

“Kami sudah melaksanakan perintah Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait dengan evaluasi kebijakan TKDN. Bapak Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita beserta jajaran pejabat di Kemenperin telah memulai evaluasi kebijakan TKDN pada bulan Januari 2025 sebelum adanya arahan Presiden dalam Sarasehan Ekonomi di Gedung Mandiri ataupun sebelum Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokalnya,” ujar Febri.

Artikel Terkait

BEEF Buka Lini Usaha Baru, Siap Pasok Susu untuk Program Makan Bergizi Gratis

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF)...

Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara Bernilai Triliunan dari Tambang Ilegal Disaksikan Presiden Prabowo

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) - Presiden Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung...

Uang Primer Adjusted September 2025 Tumbuh 18,6% Jadi Rp2.152,4 Triliun

STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Bank Indonesia (BI) mengumumkan, Uang Primer...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Populer 7 Hari

Berita Terbaru