STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), kembali memangkas suku bunga acuan pada Rabu (29/10/2025) waktu setempat. Namun pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell membuat pasar keuangan bergejolak karena memberi sinyal belum tentu ada pemangkasan lagi pada Desember mendatang.
Mengutip CNBC International, keputusan ini diambil setelah The Fed menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) selama dua hari. Hasil pemungutan suara FOMC menunjukan 10 banding 2. Suku bunga acuan harian turun sebesar 25 bps ke kisaran 3,75%-4%.
Sejak Maret 2022 hingga Juli 2023, The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar total 525 basis poin (bps). Setelah itu, bank sentral Amerika Serikat menahan suku bunga di kisaran 5,25–5,50% selama lebih dari satu tahun, tepatnya dari September 2023 hingga Agustus 2024. Pemangkasan baru dilakukan pada September 2024 dan berlanjut pada November serta Desember 2024, dengan total penurunan 100 bps menjadi 4,25–4,50%. The Fed kemudian mempertahankan suku bunga tersebut hingga Agustus 2025 sebelum kembali memangkasnya pada September 2025.
Bersamaan dengan keputusan pemotongan suku bunga itu, The Fed juga mengumumkan penghentian pengurangan kepemilikan aset atau quantitative tightening (QT) mulai 1 Desember.
Gubernur Stephen Miran menjadi salah satu pihak yang berbeda pandangan. Ia menginginkan penurunan suku bunga sebesar setengah poin. Sementara Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid menolak keputusan tersebut karena berpendapat suku bunga sebaiknya tidak dipangkas sama sekali. Miran merupakan pejabat yang ditunjuk Presiden Donald Trump, yang sejak lama mendorong agar suku bunga segera diturunkan.
Pemangkasan ini berdampak pada berbagai produk keuangan, seperti kredit kendaraan, hipotek, dan kartu kredit.
Dalam konferensi pers seusai rapat, Powell menegaskan pasar tidak seharusnya menganggap pemangkasan suku bunga Desember sudah pasti terjadi. “Dalam pembahasan kali ini, ada perbedaan pandangan yang cukup kuat soal langkah yang akan diambil pada Desember,” kata Powell. “Penurunan suku bunga kebijakan pada pertemuan Desember bukan sesuatu yang pasti. Masih jauh dari itu.”
Powell menambahkan kini semakin banyak suara di antara 19 pejabat The Fed yang ingin menunggu satu siklus lagi sebelum mengambil keputusan pemangkasan berikutnya. Setelah pernyataan tersebut, peluang penurunan suku bunga Desember turun dari 90% menjadi 67% berdasarkan data CME Group’s FedWatch.
Pasar saham sempat menguat usai keputusan diumumkan, tetapi berbalik melemah setelah komentar Powell muncul.
Pemangkasan suku bunga ini dilakukan di tengah terbatasnya data ekonomi yang tersedia bagi The Fed. Pemerintah Amerika Serikat menunda pengumpulan dan publikasi sejumlah data penting, termasuk laporan tenaga kerja, penjualan ritel, dan indikator makro lainnya.
Dalam pernyataan resminya, FOMC menyebut indikator yang tersedia menunjukkan aktivitas ekonomi masih tumbuh dengan laju moderat. Pertumbuhan lapangan kerja melambat tahun ini dan tingkat pengangguran sedikit meningkat namun tetap rendah hingga Agustus. Inflasi juga meningkat sejak awal tahun dan masih berada di level tinggi.
Komite menyampaikan kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja yang mulai menunjukkan risiko penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelum data ekonomi ditunda, tanda-tanda perlambatan sudah terlihat. Pemutusan hubungan kerja memang masih terbatas, namun laju perekrutan menurun, sementara inflasi tetap jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2%. Laporan terakhir indeks harga konsumen menunjukkan inflasi tahunan mencapai 3%, dipicu kenaikan biaya energi dan barang-barang yang terdampak tarif Trump.
Selain menurunkan suku bunga, The Fed juga menghentikan pengurangan kepemilikan obligasi senilai total US$6,6 triliun. Program QT sejauh ini memangkas sekitar US$2,3 triliun dari portofolio surat utang pemerintah dan sekuritas berbasis hipotek. Dalam catatan resmi, The Fed menyatakan hasil dari surat berharga yang jatuh tempo akan dialihkan ke surat utang jangka pendek.
Langkah penghentian QT ini sudah diantisipasi pasar sejak beberapa pekan terakhir. Sejak pandemi Covid-19, neraca keuangan The Fed membengkak dari sekitar US$4 triliun menjadi hampir US$9 triliun. Powell sebelumnya menyebut meskipun neraca perlu dikurangi, ia tidak memperkirakan akan kembali ke level sebelum pandemi.
Analis Evercore ISI Krishna Guha memperkirakan The Fed bisa kembali membeli aset pada awal 2026 untuk mendukung pertumbuhan organik jika kondisi pasar berubah.
Kebijakan pelonggaran moneter ini tergolong jarang dilakukan di tengah ekonomi yang masih ekspansif dan pasar saham yang sedang naik. Namun indeks saham utama Wall Street terus mencetak rekor baru, didorong lonjakan saham teknologi besar dan musim laporan keuangan yang kuat.
Sejarah menunjukkan pasar saham sering tetap menguat saat The Fed menurunkan suku bunga, meski kebijakan longgar juga berisiko memicu inflasi yang lebih tinggi.
