STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street menguat tipis pada penutupan perdagangan Senin (19/5/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (20/5/2025) WIB, Investor memilih fokus pada prospek jangka panjang dan menepis kekhawatiran soal penurunan peringkat kredit Amerika Serikat oleh Moody’s.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York) naik 137,33 poin atau 0,32% menjadi 42.792,07. Indeks S&P 500 (SPX) 500 mencatat kenaikan sebesar 5,22 poin atau 0,09% ke posisi 5.963,6. Ini jadi hari kenaikan ke-6 secara beruntun untuk indeks acuan tersebut. Sementara itu, Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, hanya naik tipis 4,36 poin atau 0,02% ke level 19.215,46.
Kenaikan Dow Jones ditopang saham UnitedHealth yang melonjak 8%. Saham ini sebelumnya sempat ditekan aksi jual besar-besaran.
Sebelumnya, Moody’s menurunkan peringkat kredit AS dari Aaa menjadi Aa1. Lembaga ini menilai ada tantangan dalam pembiayaan utang karena defisit anggaran pemerintah yang makin melebar dan tingginya biaya pinjaman saat ini.
Penurunan peringkat itu sempat membuat harga obligasi jatuh dan imbal hasil (yield) melonjak. Yield obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun sempat tembus 5%, sedangkan tenor 10 tahun naik di atas 4,5%.
Kenaikan yield ini menjadi sinyal yang biasanya menekan pasar saham, karena biaya pinjaman ikut naik. Bahkan, Dow Jones sempat jatuh lebih dari 300 poin di titik terendah perdagangan. S&P 500 juga sempat terkoreksi sekitar 1%.
Namun, tekanan mereda setelah yield mulai turun dari level tertingginya. Pasar perlahan bangkit hingga akhirnya ditutup di zona hijau.
“Laporan dari Moody’s sebenarnya tidak menyampaikan hal baru yang belum diketahui investor soal kondisi fiskal AS,” kata Ross Mayfield, analis investasi di Baird.
Menurutnya, laporan itu hanya memberi alasan pasar untuk rehat sejenak, tanpa mengubah pandangan positif mereka untuk 6 hingga 12 bulan ke depan.
Pelaku pasar kini berharap kesepakatan dagang bisa terus mendongkrak pasar saham. Namun, kekhawatiran tetap ada jika yield kembali naik dan membuat investor kabur dari aset berisiko.