STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street menguat pada penutupan perdagangan hari Jumat (27/6/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (28/6/2025) WIB). Penguatan ini terjadi meskipun Presiden Donald Trump membuat pasar cemas lewat pernyataannya soal negosiasi dagang yang mandek.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York) naik 432,43 poin atau 1% ke posisi 43.819,27. Indeks S&P 500 (SPX) 500 melesat 32,05 poin atau 0,52% ke level tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Indeks ini bahkan sempat menyentuh level intraday tertingginya di 6.187,68, sebelum akhirnya terkoreksi tipis. Rekor sebelumnya berada di angka 6.147,43. Sementara itu, indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, menguat 105,54 poin atau 0,52% dan berakhir di 20.273,46.
Kenaikan tajam ini terjadi meski Trump menyatakan lewat akun Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara Amerika Serikat dan Kanada telah dihentikan.
Sebelumnya, pasar sempat menguat setelah Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyebut dalam wawancara dengan Bloomberg News bahwa AS dan China telah mencapai kerangka kesepakatan dagang. Ia juga menyebut kesepakatan serupa dengan 10 mitra utama lainnya akan segera diselesaikan.
Pasar saham memang terus bergerak liar mengikuti perkembangan isu dagang global. Ini jadi babak baru dari drama negosiasi perdagangan yang tak menentu selama pemerintahan Trump.
Pada April 2025, S&P 500 sempat anjlok hampir 18% saat Trump memilih memberlakukan tarif tinggi secara agresif, alih-alih mengambil langkah pro-bisnis. Tapi pasar mulai pulih setelah Trump melunak dan kembali membuka pintu negosiasi.
Sejak titik terendahnya pada 8 April, S&P 500 sudah melonjak lebih dari 20%. Secara year-to-date, indeks ini tercatat naik hampir 5%.
Pemulihan ini juga didorong oleh lonjakan saham teknologi berbasis kecerdasan buatan seperti Nvidia dan Microsoft, yang terus diburu investor.
Meski begitu, analis tetap mengingatkan bahwa reli pasar bisa sewaktu-waktu berbalik arah, apalagi jika janji soal kesepakatan dagang tak terbukti.
“Saya bisa melihat di mana letak risikonya—kalau kemajuan dagang ini cuma gembar-gembor dari Gedung Putih dan tidak ada kesepakatan nyata, maka pasar ini bisa berbalik turun,” kata Thierry Wizman, ahli strategi valas dan suku bunga global dari Macquarie Group. “Pada akhirnya, semua ini kembali ke pertumbuhan ekonomi AS dan pertumbuhan laba perusahaan.”