STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street kembali ambruk pada penutupan perdagangan hari Rabu (18/12/2024) waktu setempat atau Kamis pagi (19/12/2024) WIB. Pasar saham AS kembali bergolak usai keputusan The Federal Reserve. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) mencatat penurunan selama 10 hari secara beruntun. Ini jadi rekor penurunan terburuk sejak 1974.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York merosot tajam sebanyak 1.123,03 poin atau 2,58%, menjadi 42.326,87. Indeks S&P 500 (SPX) longsor 178,45 poin atau 2,95%, ditutup di 5.872,16. Sementara itu, Indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi anjlok 716,37 poin atau 3,56%, berakhir di level 19.392,69.
Penyebab utama adalah keputusan The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Langkah ini sebenarnya sesuai ekspektasi. Namun, sinyal kebijakan yang lebih hati-hati di masa depan mengecewakan pasar. Bank sentral hanya berencana menurunkan suku bunga dua kali pada 2025, lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya yang menyebut empat kali pemangkasan.
Ketua The Fed Jerome Powell menjelaskan kebijakan ini. “Kami akan lebih hati-hati dalam mempertimbangkan penyesuaian kebijakan selanjutnya,” ujarnya. Pernyataan ini memupus harapan investor akan pemangkasan agresif suku bunga di masa depan.
Pasar merespons dengan cepat. Imbal hasil obligasi AS langsung melonjak. Yield Treasury 10 tahun menembus 4,50%. Lonjakan ini memberikan tekanan besar pada harga saham, terutama di sektor teknologi.
“Pasar saham tidak menyukai prospek pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit,” kata Jeffrey Gundlach, CEO DoubleLine Capital, kepada CNBC. “Tidak akan ada siklus pemangkasan agresif, dan pasar mulai menerima kenyataan tersebut,” tambahnya.
Sejak awal Desember, Dow Jones sudah kehilangan 6% nilainya. Padahal, pada 4 Desember, indeks ini sempat mencatatkan rekor di atas 45.000.
David Russell, kepala strategi pasar global TradeStation, menilai kebijakan The Fed menjadi akhir dari optimisme pasar. “Tidak ada hadiah Natal dari The Fed. Mereka memproyeksikan inflasi yang lebih tinggi dan pengangguran yang lebih rendah di 2024. Tidak ada alasan untuk bersikap terlalu lunak,” tegasnya.
Rotasi saham teknologi yang mendominasi pasar sebelumnya memperburuk situasi. Sektor lain pun terkena imbasnya. Penurunan S&P 500 memangkas kenaikan tahunan indeks tersebut menjadi hanya 23%.