STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) atau BPI Danantara menginstruksikan seluruh perusahaan BUMN dan anak usahanya untuk menunda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan aksi korporasi.
CEO BPI Danantara, Rosan Roeslan, menegaskan langkah tersebut diambil demi memastikan pengawasan berjalan optimal. “Jadi kembali lagi value creation dan Danantara kan kita juga mempunyai target-target yang dicanangkan gitu ya,” ujar Rosan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (8/5/2025).
Tujuan utama dari penundaan RUPS ini adalah agar Danantara sebagai pemegang saham bisa lebih efektif dalam mengawasi jalannya operasional di seluruh BUMN yang berada di bawah naungannya.
Kendati demikian, Rosan menegaskan instruksi ini tidak berlaku bagi perusahaan BUMN dan anak usaha yang sudah berbentuk perusahaan publik atau Tbk.
Mahendra Vijaya, Corporate Secretary PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut menyasar semua BUMN yang berada di bawah koordinasi Danantara.
“Terkait surat tersebut, sejauh yang saya tahu, itu memang berlaku untuk semua BUMN di bawah naungan Danantara—jumlahnya ada 52 BUMN. Jadi bukan hanya BUMN Karya,” ungkap Mahendra, di Jakarta Jumat (9/5/2025).
Menurutnya, kebijakan ini tidak berdampak pada anak usaha yang sudah menjadi perusahaan publik. “Kebetulan, untuk anak usaha kami, aturan ini berlaku bagi yang non-publik. Jadi kalau yang sudah publik, tidak ada masalah,” lanjut Mahendra.
Terkait rencana divestasi, Mahendra menyampaikan bahwa WIKA memiliki strategi yang sejalan dengan BUMN Karya lainnya seperti PTPP.
Namun, setiap langkah tetap harus mendapat restu dari pemegang saham mayoritas.
“Kurang lebih sama. Namun, kami tetap harus menunggu persetujuan dari pemegang saham mayoritas. Setiap aksi korporasi, termasuk divestasi, harus melalui evaluasi dari Danantara,” jelas Mahendra.
Ia menambahkan WIKA sudah menyiapkan seluruh kajian dan evaluasi terkait rencana divestasi tersebut.
Namun pembahasan akan dilakukan lebih lanjut bersama pemegang saham utama.
Saat ini, Danantara memang menjadi pemegang saham mayoritas di banyak BUMN, namun koordinasi dengan Kementerian BUMN tetap berjalan.
“Iya, tetapi koordinasi dengan Kementerian BUMN juga tetap berjalan, karena mereka adalah pemegang saham seri A. Jadi kami harus berkoordinasi baik dengan Danantara sebagai holding operasional, maupun dengan Kementerian BUMN,” terang Mahendra.
Soal birokrasi, Mahendra menyebut tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan.
“Tidak terlalu signifikan perbedaannya. Namun kami memang masih menunggu arahan lebih lanjut terkait evaluasi aksi korporasi, termasuk soal divestasi,” ujarnya.