STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia kembali tergelincir pada penutupan perdagangan Senin (5/5/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (6/5/2025) WIB. Penurunan ini terjadi setelah OPEC+ memutuskan untuk kembali menaikkan produksi pada bulan Juni.
Mengutip CNBC International, harga minyak mentah berjangka Brent turun US$1,06 atau 1,7%, dan menetap di harga US$60,23 per barel di London ICE Futures Exchange. Sejauh ini, harga minyak telah anjlok sekitar 20% sepanjang tahun 2025.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah US$1,16 atau 2% dan ditutup di harga US$57,13 per barel, di New York Mercantile Exchange. Ini merupakan level penutupan terendah sejak Februari 2021.
Langkah OPEC+ untuk meningkatkan pasokan minyak datang dari delapan negara produsen yang dipimpin oleh Arab Saudi. Mereka sepakat menambah produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) di bulan Juni.
Keputusan ini diambil hanya sebulan setelah OPEC+ mengejutkan pasar dengan kenaikan produksi di bulan Mei dengan jumlah yang sama.
Goldman Sachs sebelumnya hanya memperkirakan kenaikan produksi sebesar 140.000 bph. Artinya, total tambahan pasokan dalam dua bulan bisa mencapai lebih dari 800.000 bph, jauh di atas ekspektasi pasar.
Kondisi ini membuat tekanan terhadap harga minyak semakin besar. Apalagi, pasar sudah khawatir soal potensi resesi akibat tarif yang lebih tinggi dari Presiden AS Donald Trump.
Harga minyak sempat mencatat kerugian bulanan terbesar sejak 2021 pada bulan April lalu. Kekhawatiran pasar bertambah karena peningkatan pasokan terjadi di saat permintaan diperkirakan melemah.
“Kami masih yakin bahwa kapasitas cadangan yang tinggi dan risiko resesi yang tinggi membuat risiko harga minyak cenderung melemah, meskipun secara fundamental pasar tetap ketat,” kata Kepala Riset Minyak Goldman Sachs, Daan Struyven, dalam laporannya kepada klien, Minggu.
Goldman Sachs memangkas proyeksi harga minyak mentah AS tahun ini sebesar US$3 menjadi US$56 per barel.
Tekanan harga juga mulai berdampak pada industri jasa pengeboran. Perusahaan seperti Baker Hughes dan SLB memperkirakan akan terjadi penurunan investasi di sektor eksplorasi dan produksi tahun ini.
“Prospek pasar minyak yang kelebihan pasokan, kenaikan tarif, ketidakpastian di Meksiko, dan lemahnya aktivitas di Arab Saudi secara kolektif menekan tingkat pengeluaran di sektor hulu internasional,” ujar CEO Baker Hughes, Lorenzo Simonelli, dalam paparan kinerja kuartal I pada 25 April lalu.
Raksasa minyak seperti Chevron dan Exxon juga mencatat penurunan laba pada kuartal pertama 2025 dibanding periode yang sama tahun lalu. Penyebab utamanya adalah harga minyak yang terus melemah.