STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melonjak terhadap mayoritas mata uang utama pada penutupan perdagangan Senin (7/7/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (8/7/2025) WIB. Kenaikan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru sebesar 25% untuk barang impor dari Jepang dan Korea Selatan mulai 1 Agustus.
Mengutip CNBC International, Trump menyampaikan pengumuman tersebut lewat surat resmi yang ia unggah di media sosial. Surat itu juga dikirim ke para pemimpin negara lain seperti Malaysia, Kazakhstan, Myanmar, Afrika Selatan, dan Laos. Tarif yang dikenakan masih sejalan dengan kebijakan sebelumnya yang diumumkan pada April.
Penguatan dolar paling mencolok terjadi terhadap yen Jepang. Dolar naik 1,09% ke posisi 146,130 yen. Terhadap franc Swiss, dolar menguat 0,38% ke level 0,798.
“Ada beberapa faktor spesifik dari masing-masing negara yang memang sudah menekan mata uang mereka,” ujar Brad Bechtel, Kepala Global FX di Jefferies. “Tapi jelas, kabar pagi ini dari AS tentang tarif sangat memukul mata uang lain, selain dolar, untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu.”
Euro juga ikut melemah 0,57% ke level US$1,172, meskipun mata uang tersebut telah menguat lebih dari 13% sepanjang tahun ini. Investor khawatir Uni Eropa belum mencapai kesepakatan dagang dengan AS menjelang tenggat waktu yang kian dekat.
Tarif “Hari Pembebasan” yang sebelumnya ditangguhkan selama 90 hari akan berakhir pada Rabu pekan ini. Sebagian besar mitra dagang AS kini bersiap menghadapi potensi bea masuk yang lebih tinggi.
Trump juga mengancam akan menambahkan tarif 10% untuk negara-negara yang dianggap mendukung kebijakan anti-Amerika, termasuk negara-negara anggota BRICS.
Indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,517% ke level 97,467. Ini menjadi posisi tertinggi dalam sepekan terakhir.
Kenaikan indeks dolar ini memperpanjang penguatan sejak pekan lalu, didorong oleh data ketenagakerjaan yang solid di AS. Data tersebut membuat ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve tertunda.
Meski menguat, indeks dolar masih berada dekat level terendah dalam tiga setengah tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, indeks sudah turun 10% karena investor meragukan status dolar sebagai aset aman di tengah potensi perlambatan ekonomi global.
Poundsterling Inggris juga ikut melemah 0,26% ke level US$1,362, meskipun masih berada di level tertingginya sejak Oktober 2021.
Mata uang yang sensitif terhadap risiko seperti dolar Australia dan dolar Selandia Baru juga tertekan. Dolar Australia turun 0,79% dan dolar Selandia Baru melemah 0,74%. Pelaku pasar kini menanti keputusan suku bunga dari bank sentral kedua negara tersebut dalam dua hari ke depan.
Bank Sentral Australia diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Selasa. Sementara Bank Sentral Selandia Baru kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga pada Rabu.
Paul Mackel, Kepala Riset FX Global di HSBC, menyebut ketidakpastian kebijakan AS masih menjadi faktor penting yang memengaruhi dolar. “Mungkin tidak sekuat awal April, tapi korelasi ini tetap relevan,” ujarnya.