STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mengakhiri tren pelemahan dua hari pada akhir perdagangan Kamis (14/8/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (15/8/2025) WIB. Greenback menguat setelah data menunjukkan harga produsen di AS naik lebih tinggi dari perkiraan pada Juli. Kenaikan ini dipicu lonjakan biaya jasa dan barang, memunculkan kekhawatiran inflasi akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan.
Mengutip CNBC International, data ini dirilis hanya dua hari setelah inflasi konsumen Juli tercatat lebih baik dari perkiraan. Hasilnya sempat mendorong spekulasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dalam beberapa bulan mendatang.
Data terbaru tidak menghapus peluang pemangkasan suku bunga pada September. Namun, sebagian pelaku pasar khawatir tarif impor bisa memicu inflasi lagi. Kondisi ini dinilai bisa memengaruhi rencana penurunan suku bunga hingga akhir tahun.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent sebelumnya membuka peluang pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin pada September. Namun, data inflasi produsen membuat proyeksi itu semakin kecil.
“Saya rasa itu memang tidak terlalu mungkin, dan laporan PPI ini jelas memupuskan peluang tersebut,” kata Kepala Riset Pasar Global StoneX, Matt Weller.
Weller menambahkan, data inflasi ini menimbulkan pertanyaan apakah The Fed bisa menurunkan suku bunga secara agresif tahun ini. “Beberapa orang mengatakan bisa saja ada tiga kali pemangkasan suku bunga masing-masing 25 basis poin. Namun, jika inflasi tetap di level ini, kemungkinan maksimal hanya dua kali, bahkan itu pun masih bisa dipertanyakan,” ujarnya.
Data LSEG menunjukkan pasar menilai pemangkasan suku bunga pada 17 September hampir pasti terjadi. Namun, inflasi jasa yang terus meningkat dan risiko kenaikan harga barang akibat tarif membuat sebagian ekonom ragu. Mereka menilai The Fed tidak akan longgar mengambil langkah agresif jika pasar tenaga kerja belum melemah signifikan.
Indeks dolar naik 0,4% menjadi 98,26. Euro melemah 0,5% ke US$1,16485, sementara poundsterling turun 0,3% menjadi US$1,3538.
Meski begitu, analis menilai penguatan dolar belum tentu bertahan lama. “Pasar kemungkinan masih ‘all in’ dengan ide pemangkasan suku bunga September, setidaknya sampai kita mendengar pernyataan Powell di Jackson Hole pekan depan,” ujar Analis Pasar Pepperstone, Michael Brown, di London.
Yen Jepang sempat menguat terhadap dolar setelah Bessent menyebut Bank of Japan perlu kembali menaikkan suku bunga. Namun, pada akhir sesi, yen bergerak datar di 147,385 per dolar.
Dolar yang lebih kuat juga menekan dolar Australia. Padahal, data tenaga kerja yang positif meredakan kekhawatiran resesi dan mengurangi kebutuhan pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat. Dolar Australia terakhir turun 0,8% menjadi US$0,6493.
Sementara itu, bitcoin sempat menyentuh rekor tertinggi sejak 14 Juli di US$124.480,82 sebelum turun hampir 4% ke sekitar US$118.536.
“Perusahaan seperti MicroStrategy dan Block Inc. terus membeli bitcoin,” kata Analis IG, Tony Sycamore. Bitcoin tahun ini juga didukung arus masuk dana institusi, seiring perubahan regulasi yang dipimpin Presiden AS Donald Trump, termasuk kebijakan yang mengizinkan aset kripto dalam rekening pensiun 401(k).