STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Wall Street ditutup menguat dan mencetak rekor baru pada perdagangan hari Senin (22/9/2025) waktu setempat atau Selasa pagi (23/9/2025) WIB). Tiga indeks utama Amerika Serikat kompak berada di level tertinggi sepanjang masa.
Mengutip CNBC International, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York menguat 66,27 poin atau 0,14% ke level 46.381,54. Indeks S&P 500 (SPX) terkerek 29,39 poin atau 0,44% menjadi 6.693,75.. Sementara itu, indeks komposit Nasdaq (IXIC) yang didominasi saham teknologi, melonjak 157,5 poin atau 0,7% ke posisi 22.788,97.
Kenaikan tajam terjadi di sesi kedua perdagangan. Lonjakan saham Nvidia hampir 4% ikut mendorong indeks ke level intraday tertinggi baru. Penguatan saham produsen chip itu datang setelah pengumuman investasi senilai US$100 miliar di OpenAI untuk pembangunan pusat data.
Namun, pelaku pasar mulai bertanya-tanya apakah tren saham berbasis kecerdasan buatan bisa terus mendorong reli bursa AS. Hal ini mengingat valuasi pasar yang semakin tinggi.
Joe Davis, Kepala Ekonom Global Vanguard, mengatakan ledakan pertumbuhan dan adopsi AI ditambah pemangkasan suku bunga terbaru The Federal Reserve menjadi dua faktor yang mendukung kenaikan harga saham.
“Ketika valuasi berada di level yang lebih mahal, pasar akan lebih rentan terhadap kabar buruk. Itu bukan berarti akan terjadi, tapi kita butuh percepatan pertumbuhan di paruh kedua tahun ini atau kemajuan soal inflasi yang masih bandel. Keduanya bisa sangat membantu,” ujar Davis dalam wawancara dengan CNBC “Closing Bell: Overtime.”
Fokus investor kini tertuju pada rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) pada Jumat mendatang. Data ini menjadi ukuran inflasi favorit The Fed dan diperkirakan memberi petunjuk arah kebijakan moneter ke depan.
Di sisi lain, pasar juga mencermati ancaman penutupan pemerintahan AS menjelang tenggat 30 September. Pekan lalu, Senat menolak proposal dari Partai Republik dan Demokrat untuk sementara mendanai pemerintah.
Sejarah mencatat, pasar saham seringkali mampu bertahan meski ada shutdown pemerintah. Namun kali ini kondisinya bisa berbeda. Latar belakang ekonomi yang rapuh disebut menjadi yang terlemah dalam lebih dari dua dekade terakhir.