STOCKWATCH.ID (TOKYO) – Bursa saham Asia-Pasifik berakhir bervariasi pada penutupan perdagangan Selasa sore (3/6/2025) waktu setempat. Pergerakan ini terjadi setelah investor mencerna data manufaktur China yang mengecewakan. Angka ini menunjukkan penurunan paling tajam sejak September 2022.
Mengutip CNBC International, indeks manufaktur Caixin/S&P Global untuk bulan Mei tercatat di level 48,3. Angka ini jauh di bawah estimasi median versi Reuters sebesar 50,6 dan turun drastis dibandingkan bulan April yang berada di level 50,4.
Penurunan tajam ini mencerminkan turunnya pesanan ekspor baru, sebagai dampak dari tarif dagang tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.
Pemerintah China langsung merespons tudingan AS bahwa mereka telah melanggar perjanjian dagang sementara. Beijing balik menuduh Washington yang tidak menjalankan isi kesepakatan.
“China menyatakan bahwa AS gagal memenuhi komitmen dalam perjanjian tersebut,” demikian dilansir media setempat, menandakan hubungan dagang kedua negara kembali memanas.
Sementara itu, Uni Eropa juga angkat suara terkait rencana Presiden AS Donald Trump yang ingin menggandakan tarif baja hingga 50%. Seorang juru bicara UE menyebut langkah itu bisa merusak negosiasi antara kedua pihak. “Kami siap mengambil langkah balasan,” ujarnya.
Di tengah sentimen negatif dari data China, pasar saham Hong Kong justru menguat. Indeks Hang Seng melonjak 1,53% ke level 23.512,49 dan memimpin kenaikan di kawasan Asia-Pasifik.
Saham-saham di daratan China juga naik tipis. Indeks CSI 300 naik 0,31% dan ditutup di level 3.852,01, meski perdagangan sempat berfluktuasi.
Di Jepang, indeks Nikkei 225 ditutup mendatar di posisi 37.446,81. Sedangkan indeks Topix turun 0,22% ke 2.771,11.
Pasar saham Australia mengalami penguatan. Indeks S&P/ASX 200 naik 0,63% ke level 8.466,70, setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Australia juga melaporkan defisit neraca transaksi berjalan sebesar AU$14,7 miliar (setara US$9,53 miliar) untuk kuartal pertama 2025. Angka ini lebih besar dari perkiraan AU$13,1 miliar, namun lebih baik dari defisit kuartal sebelumnya yang direvisi menjadi AU$16,3 miliar.
Berbeda dengan bursa Asia lainnya, pasar saham India justru melemah. Indeks Nifty 50 turun 0,64% dan indeks BSE Sensex terkoreksi 0,88% pada pukul 13.33 waktu setempat.
Sementara itu, pasar saham Korea Selatan tutup karena hari pemilihan umum.