STOCKWATCH.ID (JAKARTA) – Pengusaha properti Iwan Sunito belakangan tampil aktif di Indonesia. Ia muncul di berbagai media dan acara eksklusif untuk mempromosikan investasi properti melalui perusahaan barunya, One Global Capital.
Lewat program bertajuk “Invest Like a Billionaire”, Iwan menawarkan peluang investasi properti di Sydney kepada investor Indonesia. Namun, realita yang terjadi di Australia justru berbanding terbalik dengan citra sukses yang ia tampilkan di tanah air.
Pada 26 Maret 2025, Mahkamah Agung New South Wales resmi memerintahkan likuidasi atas CII Group Pty Ltd. Perusahaan ini merupakan entitas milik Iwan Sunito yang sebelumnya memiliki hingga 50% saham di Crown Group Holdings Pty Ltd.
Laporan dari kantor hukum Johnson Winter Slattery menyatakan bahwa putusan likuidasi membuat Iwan kehilangan kendali atas Crown Group. Hal ini diperkuat oleh artikel dari The Australian Financial Review yang terbit pada 15 Mei 2025.
Upaya hukum untuk menunda proses likuidasi pun kandas. Pengadilan menilai dasar fakta yang diajukan Iwan tidak kuat. Bahkan laporan aset yang diserahkan hanya berupa spreadsheet tanpa dokumen pendukung yang bisa diverifikasi.
CII Group memiliki utang jutaan dolar kepada berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan seperti Dunmore Lang College dan investor besar seperti grup asal Hong Kong, PAG.
Saat ini, Crown Group Holding Pty Ltd masih dalam proses provisional liquidation setelah diajukan ke pengadilan oleh mantan mitra bisnis Iwan. Langkah itu diambil karena perusahaan dinilai sudah tidak bisa melanjutkan operasional dan menimbulkan kerugian besar bagi banyak pihak.
Tak lama setelah kehilangan kendali atas Crown Group, Iwan mendirikan One Global Capital. Melalui perusahaan baru ini, ia memasarkan proyek properti seperti One Global Gallery di Eastlakes, Sydney. Proyek itu diklaim memiliki tingkat hunian 90% dan nilai aset naik lebih dari 40% sejak akuisisi.
Dalam promosi One Global Capital yang menyasar investor pemula, sering dijanjikan pengembalian investasi tinggi dan peluang sukses ala “miliarder properti”. Namun, janji tersebut perlu dicermati dengan hati-hati.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui akun resmi @kontak157 di Instagram pernah memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap penipuan berkedok investasi. OJK menyebut bahwa modus seperti ini kerap menggunakan media sosial dan tokoh terkenal untuk menarik perhatian.
Setelah korban tergiur, pelaku akan membangun kepercayaan hingga akhirnya korban menyerahkan uang untuk diinvestasikan. Namun, uang itu sering kali tidak bisa ditarik kembali, membuat investor merugi.
Masyarakat diimbau berhati-hati karena tidak ada jaminan pengembalian modal. Investasi properti internasional juga tunduk pada hukum negara asal, sehingga risiko hukum harus dipahami dengan baik.
Investor disarankan melakukan due diligence terhadap perusahaan dan individu yang mengelola investasi. Kredibilitas masa lalu tidak selalu menjamin kondisi keuangan saat ini.
“Waspadai. Likuidator dan kreditur berhak atas hasil penjualan aset sebelum dana apa pun bisa disalurkan ke investor baru. Apalagi bagi investor pemula yang baru mulai membangun masa depan finansialnya, investasi tidak boleh dilakukan hanya karena presentasi yang mengesankan — tetapi harus berdasarkan data, transparansi, dan integritas,” tulis pernyataan resmi.
Tak ada jaminan hukum bahwa investasi melalui entitas baru akan aman, apalagi jika dilakukan di luar sistem perbankan atau tanpa pengawasan regulator. Bagi investor muda dan pemula, kehati-hatian adalah kunci sebelum menyerahkan uang ke investasi yang terdengar terlalu indah untuk jadi kenyataan.