STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Dolar AS Dolar AS melemah tajam pada penutupan perdagangan Jumat (7/3/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (8/3/2025) WIB. Data tenaga kerja yang lebih lemah dari perkiraan memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga beberapa kali tahun ini.
Mengutip CNBC International, pasar kini memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 78 basis poin hingga akhir tahun, atau sekitar tiga kali pemotongan masing-masing 25 basis poin. Pemangkasan pertama kemungkinan dimulai pada Juni, menurut perhitungan LSEG.
Indeks dolar, yang mengukur nilai dolar terhadap enam mata uang utama, turun 3,5% dalam sepekan. Ini menjadi penurunan mingguan terdalam sejak November 2022. Pada Jumat, indeks dolar turun 0,4% ke 103,72, setelah sempat menyentuh level terendah sejak awal November.
Mata uang euro terus menguat dan mencatatkan kenaikan mingguan terbaik dalam 16 tahun terakhir. Euro melonjak 4,6% terhadap dolar, didorong oleh reformasi fiskal besar-besaran di Jerman. Setelah data tenaga kerja AS dirilis, euro mencapai level tertinggi empat bulan di US$1,0888 dan terakhir diperdagangkan di US$1,0863, naik 0,7%.
Bank of America Global Research menaikkan perkiraan nilai tukar euro pada akhir tahun menjadi US$1,15 dari sebelumnya US$1,10.
Terhadap yen Jepang, dolar AS melemah 0,2% ke 147,65 yen, setelah sebelumnya jatuh ke level terendah lima bulan di 147,05 yen.
Data dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan nonfarm payrolls hanya bertambah 151.000 pekerjaan pada Februari, lebih rendah dari proyeksi 160.000 pekerjaan. Data Januari juga direvisi turun menjadi 125.000 dari sebelumnya 143.000 pekerjaan.
“Laporan ketenagakerjaan hari ini lebih lemah dari perkiraan, yang mengkhawatirkan karena belum mencerminkan dampak pemangkasan pekerjaan pemerintah baru-baru ini,” kata Glen Smith, Chief Investment Officer di GDS Wealth Management. Ia menilai perusahaan mulai menunda perekrutan sambil menunggu kepastian kebijakan tarif dan prospek ekonomi.
Upah rata-rata per jam, yang menjadi indikator inflasi upah, naik 0,3% pada Februari, melambat dari kenaikan 0,5% di Januari. Secara tahunan, pertumbuhan upah turun menjadi 4% dari sebelumnya 4,1%.
Natalia Lojevsky, Managing Director di CIFC Asset Management, menilai data ini bisa menjadi kabar baik bagi The Fed. “Kenaikan upah yang lebih moderat mungkin menjadi kelegaan bagi The Fed, yang terus mengevaluasi tekanan inflasi di pasar tenaga kerja dan ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya.
Dolar AS juga terguncang oleh ketidakpastian kebijakan tarif dan pertumbuhan ekonomi AS. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan ekonomi AS mungkin melambat karena peralihan dari belanja publik ke belanja swasta. Ia menyebut kondisi ini sebagai “periode detoks” untuk mencapai keseimbangan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Presiden AS, Donald Trump, pada Kamis mengumumkan perpanjangan pembebasan tarif untuk Meksiko dan Kanada. Namun, keputusan ini tidak banyak membantu pasar yang sudah tertekan. Tarif timbal balik atas seluruh mitra dagang AS akan diberlakukan pada 2 April mendatang.
Dolar AS naik 0,3% terhadap dolar Kanada ke C$1,4351, tetapi nyaris tak berubah terhadap peso Meksiko di 20,284 peso.
“Dolar kini kehilangan daya tariknya di tengah ketidakpastian ini. Dampak inflasi dari tarif tidak lagi cukup untuk menopang dolar,” kata Kieran Williams, Kepala Asia FX di InTouch Capital Markets.