STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat tipis pada penutupan perdagangan Rabu (14/5/2025) waktu setempat atau Kamis pagi (15/5/2025) WIB. Penguatan ini terjadi seiring pasar yang menanti kejelasan lebih lanjut soal kelanjutan negosiasi dagang global.
Mengutip CNBC International, indeks dolar AS naik 0,06% ke level 101,04. Euro melemah 0,06% terhadap dolar dan berada di posisi US$1,1177 per euro.
Pada awal pekan ini, dolar sempat melonjak lebih dari 1% setelah Amerika Serikat dan China sepakat memangkas tarif secara sementara. Kesepakatan ini meredakan kekhawatiran pasar bahwa perang dagang dua negara ekonomi terbesar dunia akan memicu resesi global.
Namun, penguatan dolar sempat tertahan pada Selasa setelah data inflasi konsumen AS dirilis di bawah ekspektasi. Penurunan harga pangan menjadi salah satu faktor yang menekan angka inflasi, meskipun sewa rumah mengalami kenaikan.
“Jelas, fokus utama pasar saat ini masih pada isu perdagangan. Itu masih menjadi pemicu utama pergerakan,” ujar Brad Bechtel, Kepala Global Valuta Asing di Jefferies, New York.
Menurut Bechtel, meskipun pasar valuta Asia masih bergejolak, dolar saat ini tengah mengalami rebound sementara sebelum berbalik melemah kembali. Ia menyebut pelemahan bisa saja terjadi lewat kesepakatan diam-diam atau tertutup di balik layar.
Di kawasan Asia, won Korea Selatan sempat menguat tajam terhadap dolar. Won tercatat menguat 0,84% ke level 1.402,66 per dolar AS, setelah sempat menguat hingga 2,1%. Namun, penguatan ini sedikit mereda setelah Bloomberg melaporkan bahwa AS tidak sedang menegosiasikan pelemahan dolar sebagai bagian dari pembicaraan tarif.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Ji-young bertemu dengan Robert Kaproth dari Departemen Keuangan AS pada 5 Mei untuk membahas pasar valuta asing. Pertemuan ini sempat mendorong dolar ke posisi terendah dalam sepekan terhadap won.
Goldman Sachs dalam catatan kepada klien menyatakan bahwa meskipun detail pertemuan tersebut minim, pembicaraan itu menyoroti potensi penguatan mata uang negara surplus dagang terhadap dolar di tengah kemungkinan tren pelemahan dolar.
Terhadap yen Jepang, dolar AS turun 0,52% ke level 146,71 setelah sempat jatuh hingga 1,2% pada sesi perdagangan.
Di tengah meredanya ketegangan dagang, pelaku pasar kini mengurangi ekspektasi akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Berdasarkan data LSEG, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September berada di kisaran 74%. Sebelumnya, pasar memperkirakan pemangkasan sudah akan terjadi pada Juli.
Sejumlah lembaga keuangan besar seperti Goldman Sachs, JPMorgan, dan Barclays juga menurunkan proyeksi resesi AS dan lebih hati-hati dalam memperkirakan pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee menyatakan bahwa data inflasi konsumen April yang melandai belum tentu mencerminkan dampak dari kenaikan tarif impor AS. Ia menambahkan bahwa bank sentral masih membutuhkan data tambahan untuk menentukan arah kebijakan selanjutnya.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua The Fed Philip Jefferson. Ia mengatakan bahwa data inflasi terbaru menunjukkan kemajuan menuju target 2%, tetapi prospek ke depan masih tidak pasti karena kemungkinan tarif impor baru bisa mendorong harga naik lagi.
Sementara itu, pound sterling Inggris turun 0,32% ke level US$1,3261. Anggota Komite Kebijakan Moneter Bank of England Catherine Mann menyatakan ia memilih untuk mempertahankan suku bunga pada rapat pekan lalu. Padahal, pada Februari lalu ia sempat mendorong pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin. Ia menyebut pasar tenaga kerja Inggris ternyata lebih tangguh dari perkiraan.