STOCKWATCH.ID (WASHINGTON) – Harga dolar AS mengalami lonjakan signifikan pada perdagangan hari Selasa (22/10/2024) waktu setempat atau Rabu pagi (23/10/2024) WIB. Dolar AS mencapai level tertinggi dalam 2,5 bulan. Kenaikan ini didorong oleh harapan bahwa Federal Reserve (Fed) akan lebih berhati-hati dalam meredakan suku bunga. Selain itu, investor juga bersiap menghadapi pemilihan presiden yang ketat di AS
Mengutip CNBC International, selama tiga minggu terakhir, nilai tukar dolar terus menguat. Kini, dolar berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan dalam 15 dari 17 sesi perdagangan terakhir. Data ekonomi positif yang baru dirilis telah menurunkan ekspektasi pasar tentang besaran dan kecepatan pemotongan suku bunga oleh Fed. Hal ini berdampak pada peningkatan imbal hasil Treasury AS.
Imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun mencapai 4,222% pada hari Selasa, level tertinggi sejak 26 Juli. Saat ini, pasar memperkirakan kemungkinan 91% untuk pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Fed bulan November. Sebaliknya, hanya ada 9% kemungkinan Fed akan mempertahankan suku bunga. Sebelumnya, pasar sepenuhnya memperkirakan pemotongan minimal 25 bps, dengan kemungkinan 50,4% untuk pemotongan 50 bps.
Thierry Wizman, strategi FX dan suku bunga global di Macquarie di New York, menjelaskan, “Jika data ekonomi AS tidak kuat, perbedaan antara arah kebijakan Fed dan bank sentral lainnya tidak akan sebesar ini. Perbedaan inilah yang mendorong dolar lebih tinggi.”
Indeks dolar, yang mengukur nilai dolar terhadap sekeranjang mata uang seperti yen dan euro, naik 0,04% menjadi 104,05. Indeks ini bahkan sempat mencapai 104,08, level tertinggi sejak 2 Agustus. Sejak awal bulan, indeks dolar telah meningkat hampir 3,3% dan berada di jalur untuk mencatat bulan terkuat sejak April 2022.
Di sisi lain, poundsterling melemah 0,03% menjadi US$1,298. Ketegangan menjelang pemilihan presiden AS juga memengaruhi pergerakan mata uang ini. Pasar semakin memperkirakan kemungkinan kemenangan Donald Trump, yang diperkirakan akan menerapkan kebijakan inflasi melalui tarif.
“Dengan meningkatnya peluang Trump untuk menang, pasar mulai memprediksi inflasi yang lebih tinggi di AS, karena agenda kebijakan intinya cenderung lebih inflasi dibandingkan agenda Kamala Harris,” tambah Wizman.
Euro juga mengalami penurunan, dengan nilai tukar turun 0,12% menjadi US$1,0802. Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde menyatakan bahwa inflasi di zona euro sedang menurun dan bisa kembali ke level 2% lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dolar juga menguat terhadap yen Jepang, naik 0,08% menjadi 150,95, setelah sebelumnya mencapai level tertinggi 151,10, yang merupakan level tertinggi sejak 31 Juli. Direktur Eksekutif Bank of Japan, Takeshi Kato, menyatakan bahwa mereka memperhatikan risiko dari harga impor yang meningkat seiring melemahnya yen.
Jepang juga akan menggelar pemilihan umum pada 27 Oktober. Beberapa jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa koalisi yang berkuasa kemungkinan kehilangan mayoritas di parlemen. Jika ini terjadi, Perdana Menteri Shigeru Ishiba bisa kehilangan jabatannya, atau Partai Demokrat Liberal (LDP) perlu mencari mitra koalisi tambahan untuk tetap berkuasa. Situasi ini menambah kekhawatiran bahwa Bank of Japan akan kesulitan saat berusaha mengurangi stimulus moneter setelah bertahun-tahun.