STOCKWATCH.ID (HOUSTON) – Harga minyak dunia cenderung datar pada penutupan perdagangan Jumat (28/11/2025) waktu setempat atau Sabtu pagi (29/11/2025) WIB. Investor bersikap hati-hati sambil memantau perkembangan pembicaraan damai Rusia-Ukraina yang berlarut-larut. Risiko geopolitik yang masih tinggi membuat pasar menahan napas.
Perhatian para pedagang juga tertuju pada pertemuan OPEC+ yang dijadwalkan pada hari Minggu. Pasar mencari petunjuk mengenai potensi perubahan kebijakan produksi minyak dari kelompok negara pengekspor tersebut.
Kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat kembali diperdagangkan setelah sempat terhenti. Sebelumnya, terjadi gangguan sistem pada operator bursa CME Group. Masalah pendinginan di pusat data CyrusOne menjadi penyebab utama insiden tersebut.
Mengutip CNBC International, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari resmi berakhir pada hari Jumat. Kontrak berjangka Brent ditutup turun 14 sen atau 0,22% menjadi US$63,20 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 10 sen atau 0,17% menjadi US$58,55 per barel, di New York Mercantile Exchange. Tidak ada penyelesaian harga pada hari Kamis karena libur Thanksgiving di Amerika Serikat.
Kedua kontrak minyak acuan ini menuju kerugian bulanan keempat secara berturut-turut. Ini merupakan rekor penurunan terpanjang sejak tahun 2023. Ekspektasi pasokan global yang lebih tinggi membebani harga, meskipun secara mingguan harga minyak naik lebih dari 1%.
Janiv Shah, Analis di Rystad, memberikan pandangannya mengenai kondisi pasar saat ini. Ia menyoroti adanya dukungan dari sisi permintaan namun tekanan pasokan tetap kuat.
“Kekuatan margin keuntungan penyulingan bahan bakar telah mendukung permintaan minyak mentah di beberapa tempat, tetapi dampak bearish dari perkiraan surplus minyak menekan harga,” ujar Shah.
Survei Reuters terhadap 35 ekonom dan analis memperkirakan harga Brent rata-rata berada di US$62,23 per barel pada 2026. Angka ini turun dari proyeksi Oktober sebesar US$63,15. Sebagai perbandingan, berdasarkan data LSEG, harga Brent selama 2025 rata-rata berada di US$68,80 per barel.
Isu perdamaian antara Ukraina dan Rusia sempat menekan harga minyak secara tajam awal pekan ini. Namun, harga kembali pulih selama tiga sesi terakhir karena negosiasi berjalan alot.
Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, menjelaskan sentimen pasar terkait isu geopolitik tersebut dalam catatannya.
“Kontrak berjangka telah mengantisipasi semacam perjanjian damai yang terus menekan harga. Namun, masih sedikit yang diketahui saat ini, dan ketiadaan kesepakatan kemungkinan akan berarti sanksi yang lebih ketat terhadap ekspor minyak Rusia,” kata Kissler.
Terkait pertemuan OPEC+ hari Minggu, dua delegasi dan sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut memberikan bocoran kepada Reuters. Kelompok ini kemungkinan besar tidak akan mengubah tingkat produksi minyaknya. Mereka diperkirakan akan menyepakati mekanisme untuk menilai kapasitas produksi maksimum anggota.
Di sisi lain, Arab Saudi diperkirakan akan mengambil langkah strategis. Eksportir minyak terbesar dunia ini diprediksi akan menurunkan harga minyak mentah Januari untuk pembeli Asia.
Penurunan harga ini diperkirakan akan menjadi level terendah dalam lima tahun terakhir. Langkah tersebut diambil di tengah tekanan pasokan yang melimpah dan prospek surplus di pasar global.
