STOCKWATCH.ID (NEWYORK) – Harga minyak mentah dunia turun tajam pada penutupan perdagangan Kamis (10/7/2025) waktu setempat atau Jumat pagi (11/7/2025) WIB. Kekhawatiran pasar terhadap dampak kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menekan harga minyak mentah global.
Mengutip CNBC International, kontrak berjangka Brent melemah US$1,55 atau turun 2,21% ke level US$68,64 per barel, di London ICE Futures Exchange.
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) anjlok US$1,81 atau 2,65% dan berakhir di posisi US$66,57 per barel, di New York Mercantile Exchange.
Pelemahan ini terjadi setelah Trump mengancam akan mengenakan tarif sebesar 50% terhadap ekspor dari Brasil ke AS. Ketegangan memuncak usai Trump terlibat perseteruan terbuka dengan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva.
Menanggapi ancaman tersebut, Lula langsung menggelar rapat dengan para menteri untuk merumuskan respons. Dalam unggahan di media sosial sehari sebelumnya, Lula menyatakan Brasil siap mengambil langkah balasan.
Selain Brasil, Trump juga mengumumkan rencana tarif untuk sejumlah komoditas lain, termasuk tembaga, semikonduktor, dan produk farmasi. Pemerintah AS bahkan telah mengirim surat tarif ke Filipina, Irak, serta negara-negara pemasok utama seperti Korea Selatan dan Jepang.
Namun, pasar mulai bersikap hati-hati. Investor tidak langsung panik karena melihat rekam jejak Trump yang kerap membatalkan atau mengubah kebijakan tarif secara mendadak.
“Orang-orang cenderung menunggu dan melihat, mengingat sifat kebijakan yang tidak menentu dan fleksibilitas yang ditunjukkan pemerintah terhadap tarif,” ujar Harry Tchilinguirian, Kepala Riset Grup di Onyx Capital.
Sementara itu, para pembuat kebijakan di AS masih khawatir terhadap tekanan inflasi akibat tarif baru ini. Risalah rapat The Fed pada 17-18 Juni menunjukkan hanya segelintir pejabat yang mendukung pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Suku bunga yang tinggi akan membuat biaya pinjaman naik dan berisiko menurunkan permintaan minyak.
Dari sisi suplai, produsen minyak anggota OPEC+ disebut-sebut bakal menyetujui peningkatan produksi besar pada September. Langkah ini menyusul berakhirnya pemangkasan sukarela oleh delapan negara anggota serta penyesuaian kuota untuk Uni Emirat Arab.
Di sisi geopolitik, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga dilaporkan telah menggelar pembicaraan langsung dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov. Dalam pertemuan itu, Rubio menyampaikan kekecewaan Amerika terhadap lambatnya kemajuan penyelesaian perang di Ukraina.
Trump pun baru-baru ini mengatakan sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang yang akan memberlakukan sanksi lebih keras terhadap Rusia.